Gencatan Senjata Rapuh, Pakar Militer Ingatkan Rencana Buruk Pasukan Israel di Gaza
Israel sedang mempersiapkan skenario buruk jika sesuatu terjadi, secara militer di Jalur Gaza. IDF masih punya 2 divisi di Gaza
Gencatan Senjata Rapuh, Pakar Militer Ingatkan Rencana
Buruk Militer di Jalur Gaza
TRIBUNNEWS.COM - Pakar militer dan strategis
asal Lebanon, Brigadir Jenderal Elias Hanna, menyoroti
kerawanan dan rapuhnya proses yang terjadi di Jalur Gaza antara
dan gerakan pembebasan Palestina, .
Elias Hanna mengatakan, masalah terbesar yang menghambat proses perjanjian pertukaran tahanan dan gencatan senjata di Jalur Gaza adalah kurangnya pemantau di lapangan untuk mengetahui proses implementasi syarat yang telah disepakati.
Baca juga:
Pakar militer itu juga mengkhawatirkan ambiguitas posisi lantaran pihak pendudukan mengatakan bahwa kalau mereka hendak menyelesaikan pencapaian tujuannya di Gaza.
Sebagai informasi, tujuan Israel melaksanakan agresi di Gaza sejak 7 Oktober 2023 adalah untuk memberangus Hamas yang hingga kini masih solid.
Baca juga:
Pada Minggu (19/1/2025) pagi, perjanjian pertukaran tahanan dan antara perlawanan Palestina di Gaza dan mulai berlaku.
Ini menjadi bagian dari fase pertama proses dan diperkirakan akan berlanjut selama 42 hari.
Negosiasi akan kembali dilakukan untuk memulai tahap kedua dan ketiga pertukaran tahanan dan .
Israel diperkirakan akan membebaskan 90 tahanan pria dan wanita pada hari pertama perjanjian, setelah sebelumnya kelompok perlawanan membebaskan 3 tahanan sipil wanita Israel.
Israel Sisakan Dua Divisi Militer, Siap Menyerbu Lagi Gaza
Dalam analisisnya terhadap perkembangan proses pertukaran tahanan di Gaza, Brigadir Jenderal Hanna mengemukakan banyak kendala yang menghambat implementasi perjanjian tersebut, terutama pada fase kedua.
Hambatan ini, kata dia, terkait fase pasca-perang dan siapa yang akan memerintah Gaza.
Dia menegaskan kalau sedang mempersiapkan skenario buruk jika sesuatu terjadi, secara militer.
Itu sebabnya mempertahankan dua divisi militer di sekitar Gaza, dan mempertahankan konsentrasi pasukan di posisi terdepan di Jalur Gaza.
Sheikh Mohammed bin Abdul Rahman Al Thani, Perdana Menteri Qatar dan Menteri Luar Negeri, telah mengumumkan – sebelumnya – kalau tim dari Qatar, Mesir dan Amerika Serikat akan bekerja untuk memantau implementasi perjanjian .
Dijelaskannya, kesepakatan tersebut dilakukan secara bertahap.