Pakar hukum Unej: Jangan ada ketimpangan kewenangan APH dalam RKUHAP

Pakar hukum pidana Universitas Jember (Unej) Prof. M. Arief Amrullah berharap jangan ada ketimpangan kewenangan aparat ...

Pakar hukum Unej: Jangan ada ketimpangan kewenangan APH dalam RKUHAP
RKUHAP harus menjadi solusi, bukan menambah masalah baru.

Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pakar hukum pidana Universitas Jember (Unej) Prof. M. Arief Amrullah berharap jangan ada ketimpangan kewenangan aparat penegak hukum (APH) dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang kini sedang dibahas oleh Pemerintah dan DPR.

"Pentingnya menjaga keseimbangan kewenangan antarpenegak hukum dalam implementasi hukum pidana," kata Prof. M. Arief Amrullah di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Minggu.

Menurut dia, jika ada ketimpangan wewenang dalam perubahan RKUHAP, tentu akan menimbulkan permasalahan sistemik, bahkan menghambat penegakan hukum dan akan memunculkan masalah serius dalam praktik penegakan hukum di Indonesia.

Pembahasan RKUHAP harus berfokus pada reformasi sistem yang mampu menciptakan penegakan hukum yang lebih efektif, transparan, dan berkeadilan karena esensi dari pembaruan acara umum pidana untuk mengubah menjadi lebih baik.

"Keseimbangan kewenangan antarpenegak hukum harus diwujudkan untuk mencegah tumpang tindih kewenangan. RKUHAP harus menjadi solusi, bukan menambah masalah baru," ucap Guru Besar Unej itu.

Prof. Arief menjelaskan bahwa ketimpangan kewenangan itu harus diatasi dalam pembahasan RKUHAP, dan mengusulkan agar penyidikan dan penuntutan saling terintegrasi, bukan menambah atau mengurangi kewenangan jaksa dan polisi yang mengakibatkan perselisihan sepihak.

Baca juga:

Baca juga:

"Itulah sebabnya menghargai diferensiasi fungsional dengan kata lain saling menghargai masing-masing-masing lembaga. RKUHAP seharusnya menjadi momen penting untuk memperbaiki sistem hukum acara pidana di Indonesia," tuturnya.

Guru Besar Unej itu memandang penting kolaborasi antara penyidik dan jaksa harus lebih efektif sehingga proses hukum berjalan cepat, transparan, dan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

Ia juga menggarisbawahi sejumlah potensi masalah dalam draf RKUHAP yang dapat mengganggu prinsip keadilan, hak asasi manusia, dan transparansi hukum yakni kewenangan berlebihan bagi jaksa, penggunaan senjata api oleh jaksa, kewenangan penyadapan dan intelijen, dan sentralisasi kekuasaan pada Jaksa Agung.

"Penyadapan merupakan tindakan yang menyentuh privasi individu sehingga tanpa pengawasan lembaga independen, kewenangan itu berpotensi disalahgunakan dan melanggar hak asasi manusia," ujarnya.

Dengan reformasi hukum yang komprehensif, Prof. Arief berharap RKUHAP mampu menjawab berbagai permasalahan hukum yang selama ini terjadi, sekaligus memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan pidana di Indonesia.

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2025