Guru SMP di Trenggalek Ini Raih Hadiah Sastra Rancage 2025
Tahun ini merupakan kali ke-37 Yayasan Kebudayaan Rancage memberikan Hadiah Sastra Rancage secara konsisten setiap tahunnya.
TEMPO.CO, Surabaya -
Yayasan Kebudayaan Rancage pada 2025 ini kembali
menganugerahkan hadiah sastra kepada para penulis buku karya
sastera daerah. Ini merupakan kali ke-37 yayasan tersebut
memberikan secara
konsisten setiap tahunnya.“Selagi masih ada karya sastra
berbahasa daerah yang terbit, kami akan terus memberi hadiah
meski dengan keterbatasan,” kata Ketua I Yayasan Kebudayaan
Rancage Etti RS saat membacakan pemenang hadiah Rancage di
Bandung, Jawa Barat, seperti dipantau dari videonya, Sabtu, 31
Januari 2025.Menurut Etti ada karya sastra dari lima daerah
yang diseleksi dewan juri, yaki Sastra Sunda, Jawa, Bali,
Batak, dan Lampung. “Ada pun buku Sastra Madura dan Banjar
belum ada yang memenuhi syarat untuk tahun ini, mungkin di
tahun-tahun mendapat ada lagi yang terbit,” tutur dia.Buku-buku
yang lolos penjurian tersebut, kata Etti, yaki 16 Sastra Sunda,
17 Sastra Jawa, 14 Sastra Bali, 4 Sastra Batak, dan 3 Sastra
Lampung. Tahun ini Yayasan Rancage juga kembali memberikan
penghargaan kepada sastrawan yang dinilai berjasa mengembangkan
serta berupaya mempertahankan karya sastra di
daerahnya.Berdasarkan hasil penilaian tim juri, pemenang Hadiah
Rancage tersebut ialah
Hidayat Soesanto untuk karya Sastra Sunda lewat bukunya yang
berjudul Anggota Dewan
Ngagantung Maneh. Kategori Sastra Jawa diraih
oleh St. Sri Emyani lewat buku berjudul Dalan
Sidatan.Kemang Sujana menyabet hadiah kategori Sastra
Bali melalui karyanya berjuul Renganis, Uda Z. Karzi
kategori Sastra Lampung lewat bukunya berjudul Minan
Lela Sebambangan, Sastra Batak diraih oleh
Panusunan Simanjuntak lewat buku berjudul Parhuta-Huta
Do Hami. Ada pun pengargaan jasa untuk Sastra
Sunda jatuh kepada Us Tiarsa, sastrawan Sunda kelahiaran
Bandung, 1 April 1941.Sementara itu St. Sri Emyani mengatakan
penghargaan atas bukunya kumpulan (antologi) geguritan
Dalan Sidhatan itu dimaknai sebagai memetik
hasil tanamannya sendiri. “Karena menanam, ya akhirnya
memetik,” kata guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri I
Panggul, Kabupaten , Jawa Timur yang
bernama asli Slamet Sri Mulyani itu saat dihubungi Sabtu, 1
Februari 2025.Emyani mengatakan mulai rajin menulis
geguritan sejak 1986. Karya-karyanya tersebut dia
kirimkan ke majalah-majalah berbahasa Jawa, antara lain
Mekarsari, Djaka Lodang, Panjebar Semangat
dan Jaya Baya. Sesekali ia juga mengirimkan puisi ke
Surabaya Post dan Solo Pos.
Menurut dia keaktifan menulis geguritan dilakukan
semata-mata karena hobi dan kecintaannya pada bahasa Jawa.
“Dimuat syukur, tidak dimuat ya tidak apa-apa. Pokonya saya
terus menulis dan dikirim pada media-media itu,” ujar pria
kelahiran 22 Agustus 1965 itu.Sampai dengan 2024 Emyani telah
menerbitkan tak kurang dari 48 buku tentang Sastera Jawa dan
Sastera Indonesia. Menerbitkan buku berbahasa Jawa, kata dia,
sebenarnya lebih banyak ruginya daripada untung. Ia
mengibaratkan seperti memelihara burung. Hasilnya tidak ada.
Kalau pun buku itu dipsarkan, hanya sedikit yang
berminat. "Masih lebih menghasilkan kalau berjualan
cengkeh,” kata dia.Meski demikian istrinya tetap mendukung
penuh hobi Emyani. Untuk biaya menerbitkan buku misalnya,
Emyani mengaku sering meminjam modal pada istrinya. Beruntung
sang istri tak pelit mengurangi jatah dapur untuk membantu
suaminya. Ia juga tak protes. “Saya akan terus menulis sampai
kapan pun. Hadiah Sastra Rancage ini sebagai lecutan motivasi,”
ujar dia.Pilihan Editor: