INFOGRAFIK: Benarkah Tingkat Kemiskinan Indonesia Turun?

Tingkat kemiskinan Indonesia mencapai titik terendah. Namun, hal tersebut dinilai tidak sesuai realita lantaran garis kemiskinan yang jadi acuan terlalu rendah.

INFOGRAFIK: Benarkah Tingkat Kemiskinan Indonesia Turun?

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut tingkat kemiskinan Indonesia mencapai yang terendah sejak 1960. Per September 2024, jumlah penduduk miskin turun menjadi sekitar 24,06 juta penduduk atau 8,57%. Jumlah ini turun 3,67 juta atau 13,23% dari satu dekade yang lalu. 

"Tingkat kemiskinan pada September 2024 sebesar 8,57% ini menjadi pencapaian terendah di Indonesia sejak pertama kalinya angka kemiskinan diumumkan oleh BPS pada 1960,” kata Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Rabu, 15 Januari lalu. 

Namun, “prestasi” tersebut dikritik lantaran garis kemiskinan nasional dinilai sudah tidak relevan dan terlalu rendah dibandingkan standar internasional. Padahal, menyelaraskan garis kemiskinan ini penting untuk pengambilan kebijakan yang lebih tepat untuk mengatasi kemiskinan suatu negara. Indonesia tercatat terakhir memperbaharui standar kemiskinan 27 tahun lalu.

Standar garis kemiskinan per kapita Indonesia per September 2024 adalah Rp595.242 per bulan. Artinya, pengeluaran penduduk miskin Indonesia diasumsikan per hari adalah sekitar Rp19.841.

Jika mengacu pada standar penghitungan Bank Dunia untuk negara kelompok penghasilan menengah ke atas, garis kemiskinan per kapita Indonesia adalah US$6,85 atau sekitar Rp109.600 (asumsi kurs Rp16.000) per hari. Untuk diketahui, Indonesia masuk ke kelompok negara berpenghasilan menengah ke atas pada 2023.

Menurut proyeksi Bank Dunia dengan menggunakan data kependudukan tahun 2023, jika garis kemiskinan Indonesia mengikuti standar Rp109.600 per harinya, jumlah penduduk yang masuk ke kelompok miskin naik signifikan menjadi 171,4 juta. Jumlah ini setara 61,77% penduduk miskin.

“Itu kenapa, kita melihat banyak sekali orang susah tapi sesuai data BPS yang miskin hanya sekitar 8%-an saja,” kata Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Media Wahyudi Askar kepada Katadata.co.id, Senin, 20 Januari.