Ini Alasan Donald Trump Anggap Kampanye Tolak Sedotan Plastik Tak Rasional
Para aktivis yang mengkampanyekan penggunakan sedotan kertas, alih-alih sedotan plastik, dianggap mengutamakan simbolisme daripada sains.
![Ini Alasan Donald Trump Anggap Kampanye Tolak Sedotan Plastik Tak Rasional](https://statik.tempo.co/data/2025/02/10/id_1376133/1376133_720.jpg)
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat melarang pemakaian kertas di seluruh kota dan negara bagian. Dia menganggap penggunaan sedotan kertas menunjukkan sikap menyerah terhadap tekanan para aktivis yang mengutamakan simbolisme daripada sains.
“Kampanye yang tidak rasional terhadap sedotan plastik telah memaksa warga Amerika untuk menggunakan sedotan kertas yang tidak begitu berfungsi,” begitu isi Trump, dikutip pada Senin, 10 Februari 2025.
Dalam perintah eksekutif tersebut, Trump menginstruksikan pemerintah federal supaya tidak lagi menyediakan sedotan kertas di gedung-gedung kantor. Regulator AS juga diminta menerapkan National Strategy to End the Use of Paper Straws selambatnya hingga 45 hari ke depan, untuk mengurangi penggunaan sedotan kertas.
Menurut Trump, sedotan kertas menggunakan bahan kimia yang berisiko mengganggu kesehatan manusia. Salah satu substansi yang dianggap berbahaya adalah per- and polyfluoroalkyl substances (PFAS) yang bisa larut dalam air dan dapat merembes dari sedotan ke minuman.
“Sedotan kertas lebih mahal daripada sedotan plastik, serta sering memaksa pengguna untuk menggunakan lebih dari satu (sedotan),” kata Trump dalam perintah eksekutif.
Sedotan kertas, Trump meneruskan, bukan alternatif yang ramah lingkungan seperti klaim yang beredar saat ini. Menimpali pandangan itu, dia menyebut produksi sedotan kertas dapat menimbulkan jejak karbon yang lebih besar.
Sedotan kertas juga dipermasalahkan lantaran kerap dikemas dengan plastik. Dalam pemerintahan periode keduanya, Trump memprioritaskan pertumbuhan ekonomi sambil mempertahankan standar udara dan air bersih bagi warga Amerika Serikat. Kebijakan ini dianggap bertolak belakang dengan pemerintahan Presiden Joe Biden yang dianggap menghabiskan miliaran dolar untuk stasiun pengisian daya kendaraan listrik—yang hanya berhasil membangun 8 unit saja.