Kejati Periksa Dua Wali Kota Jakarta dalam Kasus Korupsi Dinas Kebudayaan yang Rugikan Negara Rp 150 Miliar
Arifin dan Uus dianggap memiliki pengetahuan kegiatan di Dinas Kebudayaan Jakarta.
![Kejati Periksa Dua Wali Kota Jakarta dalam Kasus Korupsi Dinas Kebudayaan yang Rugikan Negara Rp 150 Miliar](https://statik.tempo.co/data/2024/07/18/id_1320025/1320025_720.jpg)
TEMPO.CO, Jakarta - Jakarta telah memeriksa Wali Kota Jakarta Pusat Arifin dan Wali Kota Jakarta Barat Uus Kuswanto dalam kasus dugaan korupsi surat pertanggungjawaban atau SPJ fiktif Rp 150 miliar. “Statusnya sebagai saksi,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jakarta Syahron Hasibuan, saat dihubungi pada Selasa, 11 Februari 2025.
Syahron mengatakan Arifin dan Uus memberikan keterangan dengan kapasitas sebagai saksi yang dianggap memiliki pengetahuan, mengalami, mendengar, atau melihat sendiri terkait pelaksanaan kegiatan di Dinas Kebudayaan DKJ. Adapun kasus dugaan korupsi ini melibatkan Kepala Dinas nonaktif Iwan Henry Wardhana (IHW).
Iwan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi DKJ bersama dua orang lainnya yakni Plt Kabid Pemanfaatan nonaktif, M. Fairza Maulana atau MFM dan Gatot Arif Rahmadi yang berperan sebagai vendor swasta. IHW ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-01/M.1/Fd.1/01/2025 pada 2 Januari 2025.
Sementara itu, MFM ditetapkan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-02M.1/Fd.1/01/2025 tertanggal 2 Januari 2025. Kemudian, GAR ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-03M.1/Fd.1/01/2025 2 Januari 2025.
"Tersangka IHW selaku Kepala Dinas Kebudayaan bersama-sama tersangka MFM selaku Plt. Kabid Pemanfaatan dan tersangka GAR bersepakat untuk menggunakan tim EO milik tersangka GAR dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pada bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta," ujar Syahron.
Dia menjelaskan, Fairza dan Gator bersekongkol untuk menggunakan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan surat pertanggungjawaban guna memcairkan dana kegiatan pergelaran seni dan budaya. Kemudian, uang SPJ yang masuk ke rekening sanggar fiktif maupun sanggar yang dipakai namanya ditarik kembali oleh Gatot dan ditampung di rekeningnya yang diduga digunakan untuk kepentingan Iwan dan Fairza.
Kejaksaan Tinggi Jakarta menyebut perbuatan mereka bertentangan dengan UU tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme, Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Selain itu, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tentang Pedoman Swakelola.
Ketiganya dijerat Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini