Belum Sebulan Menjabat, Dirjen Migas Dinonaktifkan, Buntut Kasus Impor Minyak
Saat dihubungi Katadata.co.id, Kementerian ESDM tidak membantah ataupun membenarkan kabar penonaktifan Dirjen Migas.
![Belum Sebulan Menjabat, Dirjen Migas Dinonaktifkan, Buntut Kasus Impor Minyak](https://cdn1.katadata.co.id/media/images/thumb/2025/02/11/Kementerian_ESDM-2025_02_11-01_16_47_144133b24ba3a14f94922028e3566e3b_960x640_thumb.jpg)
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dikabarkan menonaktifkan jabatan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Achmad Muchtasyar. Keputusan ini merupakan buntut penggeledahan kantor Direktorat Jenderal Migas (Ditjen Migas) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus korupsi tata kelola minyak.
Saat dihubungi Katadata.co.id, Kementerian ESDM tidak membantah ataupun membenarkan hal tersebut. “Penyesuaian jabatan di suatu organisasi adalah hal yang biasa,” kata Pelaksana Tugas Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Chrisnawan Anditya, Selasa (11/2).
Dia mengatakan penyesuaian ini merupakan bagian dari akselerasi organisasi yang tangguh, berkesinambungan dan mampu menjawab tantangan ke depan. Kementerian ESDM telah melakukan penyesuaian atas beberapa pejabat tinggi yang ada. “Adapun penunjukan pejabat baru akan dilakukan dengan mengikuti aturan yang berlaku,” ujarnya.
Achmad Muchtasyar merupakan yang belum genap sebulan dilantik oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Pelantikannya berlangsung pada 16 Januari lalu bersama empat pejabat tinggi lainnya.
Penggeledahan Kejagung
Kejagung menggeledah tiga ruangan di kantor Ditjen Migas Kementerian ESDM yang berlokasi di Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Senin (10/2). Lokasi kantor itu terpisah dari kompleks utama Kementerian ESDM yang berada di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, penggeledahan berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero). Dugaan korupsi itu berlangsung di subholding, dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sejak 2018 sampai dengan 2023.
Menurut Harli, penggeledahan dilakukan berdasarkan perintah penyitaan nomor 23 dari Direktur Penyidikan barang bukti tersebut pun disita tim penyidik. Penggeledahan berlangsung sejak pukul 11.00 WIB.
Dari hasil penggeledahan, penyidik menyita sejumlah barang bukti berupa lima dus dokumen. Juga ada barang bukti elektronik berupa handphone sebanyak 15 unit dan ada satu unit laptop dan empat soft file.
Kejagung telah memeriksa 70 saksi terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi ini. Menurut Harli pemeriksaan juga dilakukan pada salah satu ahli berkaitan dengan keuangan negara.
Duduk Perkara Kasus Impor Minyak
Harli menuturkan, pada 2018 Kementerian ESDM mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 42 tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Aturan itu dibuat dengan tujuan agar Pertamina diwajibkan mencari minyak yang diproduksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan kontrak-kontrak kerjasama atau KKKS swasta.
"Diwajibkan untuk menawarkan minyak bagian KKKS swasta kepada Pertamina," kata Harli di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (10/2).
Menurut Harli, merujuk ketentuan itu, apabila penawaran ditolak oleh Pertamina, maka penolakan tersebut digunakan untuk mengajukan rekomendasi ekspor. Prosedur ini diperlukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan persetujuan ekspor.
Dalam pelaksanaannya, KKKS swasta dan Pertamina, dalam hal ini ISJ dan/atau PT KPI, berusaha menghindari kesepakatan pada waktu penawaran yang dilakukan dengan berbagai cara. "Jadi, mulai disitu nanti ada unsur perbuatan melawan hukumnya ya," kata dia.
Minyak mentah dan kondensat bagian negara atau MMKBN yang dilakukan ekspor dengan alasan COVID-19 karena terjadi pengurangan kapasitas intake produksi kilang. Namun pada waktu yang sama, Pertamina malah melakukan impor minyak mentah untuk memenuhi intake produksi kilang.
"Perbuatan menjual MMKBN tersebut mengakibatkan minyak mentah yang dapat diolah di kilang, harus digantikan dengan minyak mentah impor. Ini merupakan kebiasaan Pertamina yang tidak dapat lepas dari impor minyak mentah," kata Harli.