Keputusan Trump Dinilai Pengaruhi Arah Transisi Energi Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menarik keluar AS dari Perjanjian Paris dinilai berpengaruh pada pernyataan Pemerintah Indonesia yang enggan terburu-buru mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap...

Keputusan Trump Dinilai Pengaruhi Arah Transisi Energi Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menarik keluar AS dari Perjanjian Paris dinilai berpengaruh pada pernyataan Pemerintah Indonesia yang enggan terburu-buru mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. Direktur eksekutif lembaga non-profit Sustain, Tata Mustasya, mengatakan langkah AS tersebut menjadi justifikasi bagi Indonesia, sebagai negara berkembang, untuk mengikuti tren serupa.

Ia juga menyoroti peran AS dalam pembiayaan iklim global, yang menurutnya turut terdampak. "Jadi justifikasi untuk Indonesia, jadi kira-kira Amerika saja (keluar), kita kan negara berkembang dan kemudian kita juga kan ikut trend itu yang saya lihat," kata Tata di diskusi Masa Depan Pensiun PLTU di Bawah Pemerintahan Presiden Prabowo, Jumat (7/2/2025).

Selain pengaruh eksternal, Tata juga mencatat dinamika politik internal dan pengaruh elite bisnis sebagai faktor penting.  Ia menyerukan tekanan publik dan dorongan dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Keuangan, Dewan Ekonomi Nasional, dan perguruan tinggi, untuk mempercepat agenda transisi energi. Tata mengakui adanya tantangan ekonomi dan fiskal yang dihadapi Indonesia, namun ia  menegaskan pentingnya transisi energi untuk kepentingan nasional.

Menanggapi kesenjangan historis penggunaan batu bara antara Indonesia dan negara-negara Barat, Tata berpendapat Indonesia tetap harus melakukan transisi energi demi kepentingan nasional.  Ia mencontohkan  keuntungan dari transisi energi adalah  ketahanan energi.  

"Kita harus segera melakukan transisi untuk kepentingan kita, karena sudah kita dulu eksplorasi minyak sangat besar, kita dapat banyak uang dari sana. Sekarang, subsidi terbesar kita untuk BBM itu juga akan terjadi dengan batu bara jadi sebenarnya ada kepentingan nasional kita, tidak hanya soal kepentingan global," kata Tata.

Ketergantungan pada minyak dan batu bara akan memaksa Indonesia bersaing dengan negara kaya dalam pasar global yang semakin mahal dan volatil. Menurut Tata, transisi ke energi terbarukan, seperti matahari dan air, akan menjamin ketahanan energi dan mengurangi ketergantungan pada impor.

Tata menambahkan, energi terbarukan akan semakin terjangkau di masa depan.  Ia mengungkapkan, biaya teknologi energi bersih telah mengalami penurunan harga yang signifikan dalam 10 tahun terakhir. Ia optimistis transisi energi yang lebih  cepat akan memberikan manfaat  ekonomi dan ketahanan energi yang lebih baik bagi Indonesia.  

Meskipun target Indonesia mencapai net-zero emission pada tahun 2060, Mustasya mendorong agar transisi energi dimulai dari sekarang dengan target yang jelas.  Ia mencontohkan Cina yang masih menggunakan batu bara dalam jumlah besar, namun juga menjadi pemimpin global dalam energi terbarukan.