Mahasiswa di Malang Ultimatum Pemerintah dengan 7 Tuntutan, Ancam Aksi Lebih Besar!

Mahasiswa di Malang Ultimatum Pemerintah dengan 7 Tuntutan, Ancam Aksi Lebih Besar!. ????Ratusan mahasiswa dan masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Pelajar dan Rakyat Malang Raya menggelar aksi di depan kantor DPRD Kota Malang. Bukan hanya protes biasa, massa aksi mengeluarkan ancaman, jika tuntutan mereka tak ditindaklanjuti, aksi lebih besar dengan eskalasi lebih tinggi akan digelar. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp

Mahasiswa di Malang Ultimatum Pemerintah dengan 7 Tuntutan, Ancam Aksi Lebih Besar!

Malang (beritajatim.com) – Ratusan mahasiswa dan masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Pelajar dan Rakyat Malang Raya menggelar aksi di depan kantor DPRD Kota Malang. Bukan hanya protes biasa, massa aksi mengeluarkan ancaman, jika tuntutan mereka tak ditindaklanjuti, aksi lebih besar dengan eskalasi lebih tinggi akan digelar.

“Jika tuntutan kami tidak dipenuhi, kami akan kembali dengan aksi yang lebih besar! Suara rakyat tidak boleh dibungkam!” tegas Gilang Dalu, Koordinator BEM Malang Raya, dalam orasi penutupnya.

Hal itu disampaikan Gilang Dalu saat massa memasuki halaman kantor DPRD Kota Malang. Lalu Ketua DPRD Amitya Rengganing langsung turun ke jalan dan menghadapi massa aksi secara langsung dalam dialog terbuka.

Dalam audiensi tersebut, massa menyoroti berbagai isu, termasuk kelangkaan tabung gas yang semakin meresahkan rakyat akibat pembatasan distribusi oleh pengecer. Amitya Rengganing berjanji akan mengawal tuntutan ini dan memastikan masalah distribusi gas bersubsidi segera dibahas di dewan.

Setelah mendapatkan komitmen dari DPRD, massa membubarkan diri secara tertib pada pukul. Namun, mereka memberikan peringatan keras.

Dalam aksi ini, para mahasiswa membawa tujuh tuntutan utama yang mereka anggap sebagai prioritas nasional.

Pertama, hapus program transmigrasi dan tarik perusahaan serta militerisme dari Papua. Massa menuntut pemerintah untuk mempertimbangkan penghapusan program transmigrasi yang selama ini diterapkan di seluruh Indonesia. Mereka juga mendesak agar seluruh perusahaan dan militerisme ditarik dari Papua, memberikan hak penuh bagi rakyat Papua untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Kedua, tolak revisi RUU KUHAP dan RUU Kejaksaan. Ketiga, berikan kepastian tanah untuk eks warga Timor-Timur. Keempat, hentikan kekerasan terhadap perempuan & perkuat perlindungan hukum.

Kelima, mahasiswa menolak kewenangan DPR yang dinilai terlalu berlebihan dan menuntut agar revisi kebijakan Tata Tertib DPR Nomor 1 Tahun 2020 dibatalkan. Keenam, mahasiswa mengecam segala bentuk intervensi politik dalam dunia akademik. Mereka menolak usulan inisiatif DPR yang berpotensi mengkomersialkan perguruan tinggi melalui pemberian izin usaha tambang kepada institusi akademik.

Ketujuh, prioritaskan pendidikan dan kesehatan gratis untuk Rakyat. Pemerintah diminta untuk mewujudkan pendidikan dan layanan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat Indonesia. Mereka menegaskan bahwa dunia pendidikan harus benar-benar mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan menjadi alat bisnis dan eksploitasi politik.

Foto BeritaJatim.com
Aksi mahasiswa dan masyarakat di kantor DPRD kota Malang. (Foto: Istimewa)

Koordinator Aksi, Christian Fernando, menyampaikan bahwa mahasiswa memiliki peran penting dalam melakukan check and balance terhadap kebijakan pemerintah.

“Mahasiswa tidak boleh diam ketika kebijakan pemerintah semakin serampangan dan menyengsarakan rakyat. Ini adalah tanggung jawab moral kita sebagai agen perubahan,” ujar Christian Fernando.

Aksi yang dimulai sekitar siang hari ini berlangsung dengan berbagai bentuk demonstrasi simbolik. Selain long march dari Jalan Veteran menuju kantor DPRD, mahasiswa juga melakukan aksi tiarap di jalan sambil menyanyikan lagu Tanah Airku.

Aksi tiarap ini menjadi simbol rakyat yang terinjak dan tertindas akibat kebijakan yang tidak berpihak kepada mereka. Selain itu, massa juga membakar ban sebagai bentuk perlawanan dan melakukan teatrikal yang menggambarkan penderitaan rakyat akibat kebijakan yang dinilai menyengsarakan. (dan/ian)