Nyai Roro Dadak Purwo, Penari Spiritual Asal Malang Lahirkan Empat Buku
Nyai Roro Dadak Purwo, Penari Spiritual Asal Malang Lahirkan Empat Buku. ????Nyai Roro Dadak Purwo luncurkan buku tentang tari spiritual dan kekuatan perempuan Jawa. Buku ini раскрывает perjalanan spiritual dan pemikiran Nyai Roro Dadak Purwo dalam menemukan harmoni antara feminisme dan maskulinitas. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp
Malang (beritajatim.com) – Nyai Roro Dadak Purwo, seorang penari spiritual asal kota Malang, resmi meluncurkan bukunya dalam sebuah acara pada Sabtu (1/2/2025) di Sowan si Mbok Resto & Batik Gallery, Jl. Komud ABD. Saleh No.1, Bambon, Asrikaton, Pakis – Malang. Nyai Roro Dadak Purwo yang bernama Agus Eko Suryanto mempersembahkan buku ini kepada geliat dunia tari di Jawa Timur dan Indonesia.
Acara ini tidak hanya menjadi ajang peluncuran buku, tetapi juga diramaikan dengan performance tari dan pameran lukisan dari dua seniman berbakat, Rafika Dewi dan Keisha Rayya. Kehadiran buku ini diyakini akan membuka cakrawala baru dalam memahami tari spiritual dan kekuatan tari dalam budaya Jawa.
Tiga buku yang telah lebih dulu terbit di awal tahun 2025 adalah, Lerem: Menempuh Waktu dalam Nota Gerak, Tari Spiritual: Etnografi Penari, Biyung Lelo Ledung. Buku keempat yang akan segera terbit mengangkat tema keseimbangan energi perempuan dalam budaya Jawa. Buku ini menggali lebih dalam tentang perjalanan seorang Nyai dalam menemukan harmoni antara feminisme dan maskulinitas.
“Harapannya, buku ini bisa memberi wawasan tentang cara saya sebagai Nyai menemukan garis tengah dalam kehidupan,” ungkap Nyai Roro Dadak Purwo, Sabtu (1/2/2025).
Nyai Roro Dadak Purwo mengungkapkan bahwa proses menulis buku-buku ini sudah dimulai sejak 2013. “Saya menemukan kembali file-file lama di email, lalu saya lanjutkan tiga hingga empat tahun lalu. Bertemu Nini Towok membuat saya sadar bahwa sebagai penari, kita harus mendokumentasikan semua dengan rapi,” ungkapnya.
Salah satu pemikiran unik Nyai Roro Dadak Purwo adalah bahwa tidak ada kebaikan atau kejahatan absolut dalam konsepnya. “Hitam dan putih bukan tentang baik atau buruk, melainkan dua warna yang tak tercampur oleh apapun. Keajegan inilah yang saya pilih,” jelasnya.
Tak heran, nama Agus Eko Suryanto yang merupakan identitas aslinya, tak lagi ia gunakan dalam buku-bukunya. “Saya ingin menyampaikan konsistensi pada pembaca, bahwa ini adalah karya Nyai Roro Dadak Purwo, bukan Agus Eko,” tegasnya.
Peluncuran buku ini turut menghadirkan Prof. Dr. Robby Hidajat, M.Sn., seorang Guru Besar bidang Kajian Seni Tari sebagai pengulas buku. Ia menegaskan bahwa tari spiritual bukan sekadar gerakan tubuh, tetapi sebuah medium doa yang tak bisa dipahami hanya dengan logika.
“Di sini, jangan pakai logika. Tari ini bukan untuk dipertontonkan, tetapi untuk menyampaikan sesuatu yang transendental,” ujar Prof. Robby yang dipandu moderator Dani Alifian.
Nyai Roro Dadak Purwo juga menambahkan bahwa tari spiritual adalah bentuk ekspresi yang menghubungkan manusia dengan sesuatu yang lebih besar dari dirinya. “Kata-kata menipu, tapi gerak adalah kejujuran,” tegasnya.
Keempat buku ini mencerminkan perjalanan intelektual dan spiritualnya. Menurut Prof Robby, buku pertama bersifat ilmiah, membedah tari secara akademis.
“Buku kedua mengulas tari dalam perspektif rasional dan transenden. Buku ketiga benar-benar meninggalkan logika, masuk ke ranah mistis dan irasional. Buku keempat itu akan menjadi refleksi mendalam tentang kekuatan perempuan dan keseimbangan energi dalam budaya Jawa,” ujarnya.
Tari spiritual bukanlah fenomena yang umum di Indonesia. Bahkan, menurut Prof. Robby, Nyai Roro Dadak Purwo bisa jadi adalah satu-satunya pelaku tari spiritual di negeri ini.
Tak seperti tari konvensional yang digelar untuk hiburan, tari spiritual murni sebagai bentuk penyampaian pesan transendental. Dalam tradisi Hindu, ada dewa dasi, yaitu tarian feminin yang dilakukan oleh laki-laki sebagai bentuk pengabdian spiritual.
“Di dalam gerak ada sejarah, ada keadaan, ada makna. Orang ada karena gerak, lalu berbahasa untuk menyatakan dirinya,” kata Nyai Roro Dadak Purwo menutup diskusi. (dan/ian)