Okta Kumala Dewi: Indonesia harus Cermat Menyikapi Isu Keamanan Seputar DeepSeek
Teknologi berbasis AI, termasuk DeepSeek, memiliki banyak manfaat, terutama dalam mendukung pengembangan sektor pendidikan dan bisnis
![Okta Kumala Dewi: Indonesia harus Cermat Menyikapi Isu Keamanan Seputar DeepSeek](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/Okta-Kumala-Dewi11111.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota DPR RI Komisi I Fraksi PAN, , mengingatkan pemerintah Indonesia untuk berhati-hati dalam menyikapi perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) , yang tengah menjadi perbincangan global, terutama terkait dengan isu keamanan dan privasi data.
DeepSeek, perusahaan rintisan asal China, dikenal memiliki teknologi AI yang diklaim lebih canggih dibandingkan dengan Nvidia dan OpenAI. Namun, kini perusahaan tersebut menghadapi potensi larangan di sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, Australia, dan Italia.
Menurut Okta, perkembangan teknologi AI seperti adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, Indonesia harus mampu beradaptasi dengan perubahan ini.
"Teknologi berbasis AI, termasuk , memiliki banyak manfaat, terutama dalam mendukung pengembangan sektor pendidikan, bisnis, dan kesehatan. Namun, kita juga harus mencermati potensi risikonya, khususnya terkait privasi dan keamanan data," ujar Okta, Senin (10/2/2025).
Okta menambahkan bahwa meskipun beberapa negara telah mengambil langkah tegas melarang penggunaan DeepSeek di lingkungan pemerintahan dan sektor sensitif, Indonesia harus terlebih dahulu melakukan kajian mendalam secara objektif sebelum mengambil keputusan.
Baca juga:
"Kita perlu menyelidiki lebih lanjut apakah benar-benar berpotensi membahayakan keamanan siber nasional. Jangan sampai kita hanya ikut-ikutan negara lain yang mungkin memiliki agenda tertentu dalam persaingan teknologi dengan China. Kita harus memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tetap mengutamakan kepentingan nasional," tegasnya.
Pernyataan Okta ini merujuk pada keputusan negara-negara seperti Australia, yang telah melarang penggunaan di perangkat pemerintah dengan alasan keamanan nasional.
Selain itu, diketahui menyimpan data pengguna di server yang berlokasi di China, yang menjadi perhatian karena undang-undang di negara tersebut mewajibkan perusahaan berbagi data dengan pihak berwenang jika diminta.
Kekhawatiran terhadap Disinformasi dan Pengaruh Politik
Okta juga menyoroti bahwa fenomena ini bertepatan dengan meningkatnya kecemasan global terkait pengaruh politik dan keamanan.
"Setelah semakin populer, muncul kekhawatiran bahwa teknologi ini dapat disalahgunakan untuk tujuan yang merugikan, seperti penyebaran disinformasi atau manipulasi politik. Inilah salah satu alasan mengapa banyak negara mulai membatasi penggunaannya di sektor publik," ungkapnya.
Meskipun demikian, Okta menekankan pentingnya Indonesia tetap terbuka terhadap perkembangan teknologi, dengan memastikan penerapan AI tetap berada dalam kerangka hukum yang berlaku, seperti Undang-Undang ITE dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP).
"Jika teknologi ini dapat digunakan untuk kepentingan yang positif dan bermanfaat bagi masyarakat, kita tidak boleh menutup mata. Namun, kita juga harus memastikan adanya perlindungan yang kuat terhadap data pribadi dan keamanan nasional," ujarnya.
Sebagai anggota Komisi I DPR RI, Okta berharap pemerintah akan terus memperhatikan isu ini secara menyeluruh dan bijaksana.
"Sebagai negara yang terus berkembang di bidang teknologi, kita harus bersikap bijak dalam menerima inovasi baru, sembari menjaga agar Indonesia tetap aman dari potensi risiko yang mungkin timbul," tutupnya.