Pakar HI UGM: RI perlu kurangi ketergantungan dengan AS
Pakar Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Poppy Sulistyaning Winanti mengatakan Indonesia ...
![Pakar HI UGM: RI perlu kurangi ketergantungan dengan AS](https://img.antaranews.com/cache/1200x800/2025/02/11/IMG_20250211_212759.jpg)
Diversifikasi mitra strategis menjadi langkah kunci bagi Indonesia untuk mempertahankan otonomi dan stabilitas di tengah perubahan geopolitik yang semakin kompleks
Yogyakarta (ANTARA) - Pakar Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Poppy Sulistyaning Winanti mengatakan Indonesia perlu mengurangi ketergantungan pada Amerika Serikat (AS) dalam menghadapi dinamika global.
Poppy dalam keterangannya di Yogyakarta, Selasa, mengatakan di bidang pertahanan, Indonesia perlu memperkuat kerja sama dengan negara mitra lain seperti Jepang dan India.
"Diversifikasi mitra strategis menjadi langkah kunci bagi Indonesia untuk mempertahankan otonomi dan stabilitas di tengah perubahan geopolitik yang semakin kompleks," ujar dia.
Menurut dia, kebijakan luar negeri Presiden AS Donald Trump yang cenderung mengutamakan kepentingan negaranya di atas kerja sama multilateral, memicu kekhawatiran Indonesia yang selama ini aktif dalam isu lingkungan global.
"Trump kembali menarik AS dari berbagai perjanjian internasional, termasuk Perjanjian Paris tentang perubahan iklim, yang sempat direstorasi oleh Joe Biden pada 2021," ucap dia.
Di bidang perdagangan, lanjut Poppy, Trump juga kembali menerapkan kebijakan proteksionis dengan meningkatkan tarif impor dan meninjau ulang fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) bagi Indonesia.
Bahkan ancaman penghapusan fasilitas GSP sempat menimbulkan ketegangan, meskipun pada akhirnya tetap diberikan setelah negosiasi yang berlangsung cukup lama.
Meski hubungan dagang tetap terjalin, menurut Poppy, pendekatan unilateral Trump membuat Indonesia harus lebih berhati-hati menjaga keseimbangan ekonomi dengan AS.
Sementara itu, dalam sektor pertahanan, kerja sama militer antara Indonesia dan AS tetap berjalan melalui program seperti Garuda Shield.
Namun, kebijakan luar negeri Trump yang keras terhadap Tiongkok semakin meningkatkan ketegangan di kawasan Laut Cina Selatan.
Kendati Indonesia bukan negara pengklaim dalam sengketa Laut Cina Selatan, tetapi memiliki kepentingan langsung dalam menjaga kedaulatan perairan Natuna.
"Meningkatnya kehadiran militer AS di kawasan Asia-Pasifik, Indonesia harus semakin cermat dalam menjaga keseimbangan hubungan dengan dua kekuatan besar, AS dan Tiongkok," paparnya.
Selain itu, perubahan kebijakan AS di bawah Trump juga berdampak pada program pembangunan di Indonesia, terutama setelah pembatasan peran Badan Pembangunan Internasional AS (USAID).
Sebelumnya, USAID berperan penting dalam mendukung berbagai proyek pembangunan di Indonesia, mulai dari pemberdayaan masyarakat hingga penguatan pelayanan kesehatan.
"Adanya kebijakan baru Trump, beberapa program USAID mengalami pembatasan," tutur Poppy.
Karena itu, Poppy menegaskan bahwa Indonesia harus segera mengambil langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada AS. Salah satunya dengan memperluas kerja sama ekonomi melalui BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan).
"Masuknya Indonesia ke dalam BRICS dapat dilihat sebagai upaya untuk memperluas daya tawar Indonesia di tengah ketidakpastian kebijakan AS," kata dia.
Poppy juga menyarankan agar Indonesia mendiversifikasi sumber pendanaan internasional untuk proyek-proyek lingkungan, termasuk melalui New Development Bank (NDB).
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2025