Pemerintah Alihkan Kuota Impor Daging ke BUMN untuk Kontrol Harga, Industri: Justru Makin Mahal
Berdasarkan pengalaman berbisnis olahan daging, harga bahan pangan akan lebih mahal jika impor daging dilakukan perusahaan pelat merah
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia (Nampa) Ishana Mahisa meragukan argumentasi pemerintah mengalihkan kuota sapi sebanyak 100 rbu ton dari swasta kepada BUMN. Pasalnya, berdasarkan pengalamannya berbisnis olahan daging, harga bahan pangan itu justru makin mahal ketika diimpor oleh perusahaan pelat merah. "Kami punya pengalaman kurang bermanfaat kalau pemerintah masih menunjuk BUMN, karena pada kenyataannya harga daging yang masuk di pasar lebih mahal," ujar Ishana kepada Tempo, Kamis, 6 Februari 2025.
Ishana becerita, sebagian besar industri anggotanya memperoleh daging sebagai bahan baku dengan membeli kepada para importir. Dari 33 industri anggota Nampa, hanya 6 di antaranya yang mengimpor langsung dari negara lain.
Alasannya, ujar Ishana, tak semua perusahaan anggota Nampa merupakan industri besar. Ada pula level menengah dan kecil yang lebih mudah untuk membeli daging dari importir. Selain itu, mereka akan kalah dari para importir jika mengimpor daging langsung dari Australia, karena kuantitas yang tak terlalu besar.
Dengan pengalihan kuota impor daging kepada BUMN, ujar Ishana, suplai bahan baku kepada industri pengolahan daging akan terdampak. Pasalnya, biaya yang harus mereka keluarkan untuk membeli daging dari BUMN atau distributornya akan bertambah. Sementara mereka tak bisa asal menaikkan harga, mengingat daya beli masyarakat yang belum benar-benar pulih.
Ishana menambahkan, beberapa waktu ke belakang industri kesulitan memperoleh daging dari importir karena izin impor yang tak kunjung terbit dan ketidakpastian kuota impor. Karena suplai daging yang tersendat, bahan baku industri pengolahan kini berada dalam kondisi kritis. Padahal, sesuai Undang-Undang Perindustrian, negara wajib menyediakan bahan baku bagi industri.
Pemerintah kini menugaskan PT Berdikari dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) sebagai importir daging, tak lagi Perum Bulog. Keputusan ini diambil dam rapat koordinasi terbatas yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto di Hotel Kempinski, Jakarta, pada 28 Maret 2024. Tapi harga bahan pangan itu menjadi lebih mahal karena Berdikari dan PPI memasarkan daging kerbau melalui distributor, yaitu PT Suri Nusantara Jaya atau Grup Suri.
Data Panjiva Inc., platform milik S&P Global yang mencatat data perdagangan internasional, menunjukkan harga rata-rata daging kerbau India yang diimpor Berdikari sepanjang tahun lalu US$ 3.466 per ton atau sekitar Rp 55 ribu per kilogram. Angka ini kontras dengan harga jual daging kerbau di tingkat distributor yang bertengger di kisaran Rp 84-90 ribu. Suri Nusantara Jaya, misalnya, menjual daging kerbau trimming 90CL FQ 18 Rp 1,7 juta per 20 kilogram (Rp 87.360 per kilogram).
Komisaris Utama Suri Nusantara Jaya Diana Dewi mengatakan perusahaannya membeli daging langsung dari Berdikari. Namun dia membalah jika disebut sebagai distributor tunggal. “Saya (hanya) beli, coba tanya kepada penjualnya,” ucapnya pada Rabu, 20 November 2024.
A.S. Hasbi Al Islahi, Group Head Corporate Secretary PT Berdikari, mengatakan Berdikari bekerja sama dengan Suri Nusantara Jaya sebagai distributor daging kerbau India. Tapi ia membantah distribusi daging kerbau India hanya dikuasai oleh satu distributor. “Berdikari inklusif dalam memberikan kesempatan kepada semua pihak calon buyer atau distributor, baik calon pembeli maupun pemasok,” ujarnya, Sabtu, 23 November 2025.
Ihwal selisih harga jual daging di konsumen akhir dengan harga perolehan impor yang selisihnya nyaris dua kali lipat, menurut Hasbi, dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Mulai dari bea masuk, pajak pertambahan nilai, biaya distribusi, serta biaya penyimpanan dalam fasilitas pendingin.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Pangan Kasan sebelumnya mengatakan dengan pengalihan sebagian kuota impor daging itu kepada perusahaan pelat merah, pemerintah akan lebih mudah mengontrol harga dan ketersediaan daging. “Karena dengan penugasan kepada BUMN, harga dan ketersediaan daging akan lebih mudah diawasi oleh pemerintah,” ujar kepada Tempo, Ahad, 2 Februari 2025.
Untuk mengontrol ketersediaan daging agar harga saat Ramadan dan Lebaran tetap terjaga, Kasan mengatakan sebagian kuota impor daging sapi reguler itu akan dialihkan pemerintah untuk mengimpor daging kerbau. Pemerintah akan segera memerintahkan BUMN untuk menjalankan penugasan ini.