Pemerintah Susun Perjanjian Dagang dengan AS untuk Hadapi Kebijakan Tarif Trump
Menteri Perdagangan Budi Susanto mengidentifikasi peluang bisnis lintas negara akibat kebijakan baru Presiden AS, Trump, yang mendorong perusahaan tertentu merelokasi ke Asia Tenggara.
Menteri Budi Susanto menyatakan bahwa pemerintah tengah menyiapkan opsi kerja sama bilateral dengan Amerika Serikat (AS) untuk memperlancar arus barang-barang Indonesia ke pasar Amerika.
“Negosiasi ini penting agar daya saing produk domestik tidak terbebani oleh yang diterapkan Amerika Serikat,” kata Budi di Jakarta, Rabu (22/1).
Implementasi perjanjian bilateral ini, menurutnya, akan dilakukan setelah melihat kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintahan Donald J. Trump.
Meski demikian, dia masih melihat peluang peningkatan volume perdagangan nasional. Ia menyebut kebijakan Trump yang berpotensi menaikkan bea masuk bagi sejumlah negara dapat mendorong relokasi pabrik-pabrik ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
“Kami mendengar banyak pabrik dari negara lain yang akan masuk ke negara tetangga. Kami telah mendiskusikan hal ini dengan pengusaha untuk memanfaatkan peluang itu dengan baik. Namun, kami harus melihat dulu perkembangan isu di pasar internasional,” ujar Budi.
Budi mengaku telah mengantisipasi perubahan lanskap pasar internasional dengan terpilihnya Trump sebagai pemimpin AS. Namun, ia belum memberikan penjelasan rinci terkait mitigasi apa saja yang telah disiapkan.
Sebelumnya, Budi menyoroti peran Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Kanada (ICA-CEPA) sebagai alternatif untuk menjaga performa ekspor ke Amerika Serikat.
“ICA-CEPA jadi akses yang bisa digunakan agar lebih mudah memasarkan produk-produk kita ke negara-negara di Amerika Utara, termasuk Amerika Serikat,” ungkapnya dalam konferensi pers di Jakarta Pusat akhir tahun lalu.
Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat stabil di kisaran US$ 18 miliar selama masa jabatan Trump pada 2017 hingga 2021.
Angka ini kemudian meningkat secara konsisten ke atas US$20 miliar hingga mencapai US$ 28,18 miliar pada masa pemerintahan Presiden Joe Biden sejak 2021 hingga tahun lalu.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menekankan pentingnya penurunan tarif perdagangan melalui kerja sama bilateral dengan Amerika Serikat.
“Langkah ini merupakan mitigasi terhadap potensi kebijakan tarif impor yang mungkin diterapkan di masa pemerintahan Trump," ujarnya.
Airlangga mengungkapkan beberapa komoditas Indonesia, seperti alas kaki dan pakaian jadi, berpotensi terdampak oleh kebijakan tarif AS. Sebagai perbandingan, produk serupa dari Vietnam tidak dikenakan tarif berkat perjanjian bilateral yang telah dimiliki negara tersebut dengan Amerika Serikat.
Dia juga menyampaikan bahwa Amerika selama sudah mengenakan tarif untuk sepatu, pakaian, dan berbagai komoditas Indonesia, sementara Vietnam tidak dikenakan tarif.
"Jadi, kita sudah cukup terbiasa dengan kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Amerika terhadap Indonesia,” ujar Airlangga dalam acara IBC Business Competitiveness Outlook 2025 di Jakarta, Senin (13/1).
Reporter: Andi M. Arief