Pagar Laut di Tangerang Tak Kantongi Izin, Berikut Regulasi Soal PKKPRL

Pagar laut ilegal di Tangerang tak memiliki izin PKKPRL. KKP tegaskan setiap kegiatan laut wajib izin sesuai regulasi yang berlaku.

Pagar Laut di Tangerang Tak Kantongi Izin, Berikut Regulasi Soal PKKPRL

TEMPO.CO, Jakarta - Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) menjadi salah satu instrumen penting dalam pengelolaan ruang laut di Indonesia. Regulasi ini dirancang untuk memastikan bahwa semua kegiatan di laut, termasuk pembangunan , sesuai dengan rencana tata ruang laut dan tidak merusak ekosistem. Isu yang ramai akhir-akhir ini, yakni kasus pagar laut ilegal di Tangerang, menjadi sorotan karena tak memiliki izin implementasi dan pengawasan PKKPRL.  

Dilansir dari laman kkp.go.id, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan bahwa setiap pembangunan di wilayah pesisir dan laut, seperti pagar laut, wajib mengantongi PKKPRL sebagai bentuk izin resmi. Tanpa persetujuan ini, aktivitas tersebut dapat dikategorikan sebagai ilegal dan berpotensi menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan serta masyarakat pesisir.  

Kasus Pagar Laut di Tangerang  

Pada awal tahun 2025 ini ditemukan pembangunan pagar laut ilegal di kawasan pesisir Tangerang. Pagar laut tersebut tidak diketahui kapan serta bagaimana pemasangannya dan diduga dibangun oleh pihak swasta tanpa izin PKKPR sehingga melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Keberadaan pagar ini tidak hanya menghambat akses nelayan lokal menuju laut, tetapi juga merusak ekosistem mangrove di sekitarnya.  

Dilansir dari Antara, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Doni Ismanto, menyatakan bahwa KKP bekerja sama dengan aparat hukum dan pemerintah daerah Tangerang serta dengan masyarakat nelayan setempat untuk menindaklanjuti kasus ini.

"Kami berharap seluruh pihak terkait, dapat memperkuat koordinasi ke depan untuk memastikan bahwa setiap langkah yang diambil tidak hanya mendukung kepentingan bersama, tetapi juga sejalan dengan aturan hukum yang berlaku," Kata Doni.

Pihak KKP menyatakan bahwa pagar laut ilegal ini disegel dan dicabut karena keberadaannya dapat mengancam keberlanjutan lingkungan pesisir dan melanggar hak masyarakat adat serta nelayan lokal. Kasus ini menunjukkan perlunya pengawasan lebih ketat dalam penerapan regulasi terkait ruang laut.  

Regulasi PKKPRL  

Mengutip dari laman kkp.go.id, PKKPRL diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu No. 2 Tahun 2022 menjadi Undang-Undang Cipta Kerja mengamanatkan bahwa setiap kegiatan pemanfaatan secara menetap di wilayah pesisir dan yurisdiksi perairan harus memiliki KKPRL (Kesepakatan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Laut). Regulasi ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut, serta Keputusan Dirjen Pengelolaan Ruang Laut No. 15 dan No. 50 Tahun 2023.

Tujuan utama PKKPRL adalah memastikan bahwa pembangunan di laut dilakukan secara berkelanjutan dan tidak mengganggu keseimbangan ekosistem. Dalam kasus pagar laut ilegal di Tangerang, absennya PKKPRL menunjukkan adanya pelanggaran administratif yang perlu ditindak tegas.  

Kewajiban kepemilikan PKKPRL kepada setiap pihak yang akan memanfaatkan ruang laut secara menetap. Dilansir dari laman sippn.menpan.go.id, Proses pengajuan PKKPRL ini dapat dilakukan melalui sistem Online Single Submission (OSS) dengan tahapan sebagai berikut.

1. Pembuatan Akun OSS, Pemohon harus membuat akun pada sistem OSS.

2. Unggah Dokumen Persyaratan, Pemohon mengunggah dokumen yang meliputi: 

  • Informasi pemohon.
  • Rencana kegiatan yang mencakup kegiatan utama dan penunjang, status berusaha atau nonberusaha, serta apakah termasuk kegiatan strategis nasional atau bukan.
  • Peta lokasi dengan koordinat lintang dan bujur, minimal tiga titik koordinat.
  • Rencana tapak (site plan) yang dilengkapi dengan rencana bangunan, instalasi di laut, dan fasilitas penunjang.

3. Penilaian Verifikasi Administrasi dan Teknis, KKP akan melakukan verifikasi administrasi dan teknis terhadap dokumen yang diajukan.

4. Penerbitan PKKPRL, Jika disetujui, PKKPRL akan diterbitkan.

Waktu penyelesaian meliputi:

1. Penilaian dokumen permohonan: maksimal 14 hari kerja.

2. Penerbitan PKKPRL: maksimal 6 hari kerja setelah bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diterima.

3. Pembayaran PNBP: maksimal 21 hari kerja (tidak termasuk dalam waktu penyelesaian).

Biaya atau tarif PKKPRL diatur sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 dengan rincian:

1. Pemanfaatan ruang untuk kegiatan menetap di laut: Rp18.680.000 per hektare.

2. Kabel bawah laut: Rp128.595.000 ditambah Rp227.800 per km (di luar kawasan konservasi) atau Rp7.500.000 per km (di dalam kawasan konservasi).

3. Pipa:

    • Pipa air bersih/air baku: Rp148.595.000 ditambah Rp2.500.000 per km (di luar kawasan konservasi) atau Rp7.500.000 per km (di dalam kawasan konservasi).
    • Pipa selain air bersih/air baku: Rp148.595.000 ditambah Rp25.000.000 per km (di luar kawasan konservasi) atau Rp75.000.000 per km (di dalam kawasan konservasi).

Untuk informasi lebih lanjut, pemohon dapat menghubungi Direktorat Penataan Ruang Laut melalui nomor kontak 087762250001 atau mengunjungi situs resmi KKP.