Pemulihan Hutan Kawasan Barat Gunung Merapi Terdampak Erupsi Dipercepat

Kawasan barat Gunung Merapi yang mengalami kebakaran seluas 200 hektar pada erupsi tahun 2010 silam turut berdampak pada kerusakan mata air.

Pemulihan Hutan Kawasan Barat Gunung Merapi Terdampak Erupsi Dipercepat

TEMPO.CO, Yogyakarta - Kawasan barat yang mengalami kebakaran seluas 200 hektar pada erupsi tahun 2010 silam turut berdampak pada kerusakan mata air.

Peristiwa itu membuat wilayah musti mencari pasokan sumber air dari daerah lain sembari memperbaiki secara bertahap kawasan hutan terdampak di kawasan Merapi.

"Lereng Gunung Merapi tidak akan mencukupi (kebutuhan air) seperti dulu, karena sebelah barat telah terbakar seluas 200 hektare," kata Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, Senin 20 Januari 2025.

Upaya pemulihan lahan yang terbakar

Meski perlahan secara alami kawasan hutan yang terbakar itu selama 14 tahun terakhir kembali menghijau, namun kata Sultan, situasinya sudah berbeda. Menurutnya butuh intervensi manusia seperti penanaman pohon agar kawasan Merapi bisa mencukupi kebutuhan air warga.

"Pasokan air yang dibutuhan di Yogyakarta setidaknya sebesar 800 liter per detik. Jumlah ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang mencapai 27.000 liter per detik. Apalagi, lonjakan jumlah penduduk DIY yang diproyeksikan mencapai 4 juta jiwa pada tahun 2025-2030, sehingga dipastikan akan meningkatkan kebutuhan air," kata Sultan.

Untuk mempercepat pemulihan kawasan barat Merapi itu, berbagai jenis pohon ditanam seperti sawo kecik, kepel, dan pronojiwo. "Saat lereng Merapi ditumbuhi berbagai jenis tanaman kami harap mata air baru bisa memasok kebutuhan air warga," kata dia.

Kerusakan alam pasca erupsi

Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Datu Dana Suyasa Keraton Yogyakarta GKR Mangkubumi mengatakan, pasca Gunung Merapi 2010, banyak sungai-sungai yang tertutup lahar. Alam di kawasan Gunung Merapi tiap tahun juga semakin rusak. Kurangnya sumber mata air terjadi tidak hanya karena lahar gunung, namun juga banyaknya aktivitas manusia yang merusak salah satunya pertambangan pasir.

Ketika alam rusak, kata dia, maka akan mempengaruhi elemen-elemen yang lain, misalnya saja gumuk pasir hingga air di sekitarnya. Belum lagi ditambah dengan aktivitas eksploitasi yang dilakukan oleh manusia.

"Sejujurnya, sejak erupsi Merapi tahun 2010 yang agak besar itu banyak sekali sungai-sungai, dan aliran sungai yang tertutup. Nah, dengan penanaman yang semakin banyak ini, yang kemudian akan menimbulkan kembalinya sampai mengalir ke selatan," kata dia.

Menurut GKR Mangkubumi, sangat penting untuk merawat keseimbangan pada alam semesta. Masyarakat dihimbau untuk jangan hanya memikirkan kepentingan sendiri dan sesaat.