RI Butuh Investasi Rp 16.000 Triliun untuk Sektor Listrik hingga 2060
Pemerintah menargetkan mayoritas pembangkit berasal dari energi baru dan terbarukan pada 2060.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan dibutuhkan nilai investasi sebesar US$ 1,1 triliun atau Rp 16.260 triliun untuk merealisasikan rencana umum ketenagalistrikan nasional (RUKN) hingga 2060. Pemerintah menargetkan mayoritas pembangkit berasal dari energi baru dan terbarukan pada 2060.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan kebutuhan dana ini terdiri dari dua aspek. “Untuk memenuhi kebutuhan listrik sekitar US$ 1 triliun dan untuk transmisi mencapai US$ 104 miliar,” kata Yuliot dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI yang dipantau secara daring melalui youtube TV Parlemen pada Kamis (23/1).
Total investasi ini terdiri atas berbagai jenis pembangkit, mulai dari batu bara, gas, diesel, panas bumi, bioenergi, air, bayu, surya, nuklir, ocean, pump storage, ESS, amonia (nh3), dan hidrogen (h2).
RUKN sebelumnya telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri ESDM No 314.K/TL.01/MEM.L/2024 pada 29 November 2024. Yuliot menyebut, proyeksi besaran kebutuhan investasi untuk RUKN mencapai US$ 30 miliar atau Rp487,8 triliun per tahunnya.
RUKN sebelumnya disusun untuk periode 2019-2038. Namun, Yuliot mengatakan perlu penyesuaian RUKN dengan mempertimbangkan target-target pemerintah. Diantaranya target pertumbuhan ekonomi nasional dan target bauran energi pembangkit tenaga listrik.
Dia menyebut, pemerintah lalu menyusun dan menetapkan RUKN 2025-2060 yang merupakan pemutakhiran dari RUKN 2019-2038.
“RUKN memuat Kebijakan Keterangan Listrik Nasional, Kondisi Penyediaan Keterangan Listrik Nasional, Proyeksi Kebutuhan dan Penyesuaian Tenaga Listrik Nasional sampai 2060, dan Rencana Pengembangan Sistem Penyediaan Tenaga Listrik Nasional,” ujarnya.
Dia mengatakan RUKN disusun atas empat tahapan, antara lain:
- Menghitung kapasitas infrastruktur assisting pembangkit dan transmisi, serta rencana proyek di setiap daerah sebagai baseline.
- Demand listrik dihitung per region termasuk demand kawasan industri, kawasan ekonomi khusus, hilirisasi sentra kelautan, perikanan, dan destinasi pariwisata prioritas.
- Mengoptimalkan pemanfaatan potensi energi baru-terbarukan atau EBT di setiap region.
- Perhitungan penambahan kapasitas pembangkit dan transmisi bauran energi kebutuhan bahan bakar dan emisi.
Yuliot menyampaikan pada 2060 kapasitas pembangkit listrik mencapai 443 gigawatt (GW). Berasal dari 79% EBT, 42% dari Variable Renewable Energy atau FRE seperti tenaga surya dan angin yang didukung oleh teknologi penyimpanan energi.
Untuk mencapai angka tersebut, kebijakan yang diambil dalam pengembangan pembangkit antara lain, pengembangan pembangkit arus laut dimulai pada 2028-2029, danp engembangan pembangkit nuklir diupayakan percepatan 2029-2032.
“Bauran EBT akan terus meningkat mulai sekitar 16% pada 2025 dan meningkat menjadi 74% pada 2060,” kata dia.
Yuliot mengatakan pada 2044 bauran EBT mencapai 52% atau lebih besar dari bauran energi fosil. Dia juga menyebut emisi karbon diproyeksikan terus menurun sampai dengan 0 emisi pada 2060.
“Jika dibandingkan dengan baseline akan turun signifikan mencapai 2 miliar ton pada 2060,” katanya.