Satgas Hilirisasi untuk kemandirian bangsa
Selangkah demi selangkah, Presiden Prabowo Subianto menunjukkan langkah nyata dalam mewujudkan Asta Cita untuk menjawab ...
Di masa lalu, masalah tumpang tindih regulasi sering kali menjadi hambatan bagi investasi
Jakarta (ANTARA) - Selangkah demi selangkah, Presiden Prabowo Subianto menunjukkan langkah nyata dalam mewujudkan Asta Cita untuk menjawab tantangan situasi global yang penuh ketidakpastian.
Salah satu fokus besar Presiden Prabowo, khususnya dalam penguatan sektor ekonomi, dituangkan dalam Asta Cita kedua, yaitu "Memantapkan sistem pertahanan dan keamanan negara serta mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru".
Sebagai bentuk nyata dari visi tersebut, Presiden Prabowo mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2025 pada 3 Januari. Keputusan ini menetapkan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional yang diketuai oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia.
Satgas ini memiliki tugas strategis, yaitu menyelesaikan berbagai persoalan, seperti tumpang tindih regulasi, pemanfaatan lahan, serta mengambil langkah untuk mempercepat proses hilirisasi. Untuk mendukung pelaksanaan tugasnya, sejumlah menteri strategis dalam Kabinet Merah Putih turut dilibatkan.
Di masa lalu, masalah tumpang tindih regulasi sering kali menjadi hambatan bagi investasi pemerintah maupun swasta, salah satu contohnya adalah dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas.
Proses ini kerap terhambat oleh keberadaan lahan migas yang berada di kawasan hutan lindung, yang dilindungi oleh Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999. Sementara kegiatan migas diatur oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Meski kedua undang-undang tersebut sama-sama merujuk pada Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yang menyatakan bahwa "Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat", implementasinya sering kali menemui jalan buntu dan sering dinilai sebagai ego sektoral yang sudah menjadi permasalahan selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam penggunaan lahan.
Oleh karena itu, ketegasan pemimpin tertinggi menjadi sangat dibutuhkan dalam menentukan prioritas kebijakan yang selaras dengan visi nasional yang dituangkan dalam Asta Cita, sekaligus untuk mencari jalan keluar mendobrak ego sektoral dengan membangun prioritas yang tepat atas penggunaan lahan guna memenuhi amanat UUD tahun 1945 pasal 33 tersebut.
Dibentuknya Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional diharapkan mampu memecahkan kebuntuan investasi dan masalah tumpang tindih lahan, sekaligus mengimplementasikan mimpi besar lainnya dari Asta Cita.
Hal ini mencakup Asta Cita ketiga, yakni "Meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif, dan melanjutkan pengembangan infrastruktur", serta Asta Cita kelima, "Melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri".
Dalam implementasinya, apabila satgas hilirisasi ini bisa memetakan sistem tata kelola dan prioritas penggunaan sumber daya alam di Indonesia, maka selanjutnya dengan konsep hilirisasi ini, maka akan terbangun pula pohon industri dalam negeri yang nantinya akan menciptakan efek berganda di seluruh ekosistem bisnis di Indonesia, dari industri besar, industri penunjang, dan bahkan sampai UMKM.
Bergeraknya seluruh ekosistem bisnis di Indonesia tadi bukan sekadar wacana, akan tetapi sesuai dengan kajian yang dilakukan oleh litbang satu media yang diluncurkan dalam artikel berjudul "Dampak Positif Industri Hulu Migas Terhadap Ketahanan dan Keberlangsungan Ekonomi Regional dan Nasional" (16 November 2023).
Kajian itu menunjukkan bahwa industri hulu migas mampu meningkatkan perekonomian masyarakat dan daerah (60,5 persen), menyerap tenaga kerja lokal (35 persen), dan menyediakan program pemberdayaan masyarakat (7,5 persen).
Kajian tersebut menyampaikan bahwa semakin besar investasi di hulu migas, maka nilai produksi barang dan jasa akan bertambah. Hal ini sekaligus meningkatkan PDB dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dari statemen ini terlihat bahwa kalau dari kajian industri hulu migas saja sudah bisa memberikan pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka seluruh bidang yang diamanatkan dalam Asta Cita untuk swasembada ini dapat juga digerakkan dengan memutus ego sektoral.
Apabila baru dari satu industri hulu migas saja ternyata dari pengadaan barang dan jasanya saja sudah bisa meningkatkan pertumbuhan perekonomian masyarakat dan daerah, maka dapat dibayangkan apabila tumpang tindih regulasi dan lahan tersebut dapat dibuat sebuah masterplan yang terintegrasi.
Melalui komando Pemerintah Presiden Prabowo dan jajarannya, maka semua lini industri yang ada di Indonesia, seperti penyiapan lahan pertanian, penguatan lahan perkebunan, maksimalisasi produksi tambang mineral dan ladang minyak dan gas bumi serta pengembangan kawasan industri menjadi dapat dipetakan dengan baik.
Hal itu sekaligus menciptakan konsep rantai suplai yang efektif dan efisien guna memastikan produk yang dihasilkan melalui hilirisasi tersebut dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dengan harga yang terjangkau.
Tangan dingin Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional sangat bergantung pada peran Ketua Satgas Bahlil Lahadalia beserta jajarannya sebagai the matchmaker yang menghubungkan seluruh pemangku kepentingan. Dimana penciptaan ekosistem dan rantai suplai yang melibatkan pabrikan dalam negeri, perbankan nasional, akademisi, dan UMKM secara sinergis merupakan langkah penting untuk membangun ekosistem industri yang tangguh.
Sebagai the matchmaker, satgas itu nantinya akan
memulai proses menciptakan nilai tambah untuk masing-masing
pemangku kepentingan yang apabila dipadupadankan akan
menjadi
sebuah kekuatan besar untuk merealisasikan Asta Cita Presiden
Prabowo Subianto tersebut.
Dengan langkah nyata ini, presiden dan jajarannya diyakini sedang mempersiapkan pondasi kuat bagi Indonesia menuju visi besar Indonesia Emas 2045. Dimana keberhasilan dari proses match-making ini akan menjadi penentu Indonesia dalam melampaui jebakan negara berpenghasilan menengah, kemudian menjadi negara maju yang disegani dunia.
*) Dr Erwin Suryadi ST MBA adalah pengamat ekonomi
Baca juga:
Copyright © ANTARA 2025