Uji tangguh fondasi ekonomi di tengah gejolak pasar yang tak pasti

Pasar saham Indonesia tengah mengalami fase yang cukup menantang. Dalam beberapa pekan terakhir, Indeks Harga Saham ...

Uji tangguh fondasi ekonomi di tengah gejolak pasar yang tak pasti

Jakarta (ANTARA) - Pasar saham Indonesia tengah mengalami fase yang cukup menantang. Dalam beberapa pekan terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan penurunan yang cukup tajam, sementara nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat.

Kondisi ini menimbulkan keresahan di kalangan investor, baik domestik maupun asing. Pertanyaannya, apakah ini sinyal bahwa ekonomi Indonesia sedang berada di ambang krisis, atau justru ini hanyalah ujian sementara bagi fondasi ekonomi yang selama ini dianggap cukup kuat?

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengingatkan bahwa tantangan yang dihadapi perekonomian Indonesia pada 2025 tidak akan lebih ringan dari tahun-tahun sebelumnya.

Ia menekankan bahwa meskipun ada optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi global, kenyataannya proyeksi tersebut menunjukkan peningkatan yang sangat terbatas.

Hal ini berkaitan dengan kebijakan normalisasi suku bunga di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya yang meskipun melambat, tetap berlangsung dan mempengaruhi pasar keuangan global.

Namun, tantangan bagi Indonesia tidak sekadar datang dari luar negeri. Perbedaan kecepatan pemulihan ekonomi antarnegara membuat kebijakan moneter global berjalan di jalur yang berbeda-beda.

Kondisi ini menciptakan ketidakpastian bagi arus modal internasional dan berdampak pada nilai aset di pasar negara berkembang seperti Indonesia.

Belum lagi, dinamika geopolitik yang kian sulit diprediksi turut menambah tekanan. Konflik internasional, perubahan aliansi dagang, dan ketegangan di kawasan Asia Timur menambah lapisan ketidakpastian yang harus dihadapi perekonomian nasional.

Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment di Pilarmas Investindo Sekuritas, menyebut bahwa IHSG masih berpotensi mengalami penurunan lebih lanjut jika tekanan eksternal tidak segera diredam.

Sekarang fokus kita adalah menghentikan "pendarahan" ini dan menjaga stabilitas jangka pendek.

Dengan kondisi seperti ini, maka potensi capital outflow, arus keluar modal asing, bisa semakin besar jika tidak ada langkah konkret dari pemerintah dan otoritas moneter untuk meredakan kekhawatiran di pasar.

Lionel Priyadi, Fixed Income & Macro Strategist dari Mega Capital Indonesia menambahkan bahwa data tenaga kerja Amerika Serikat yang masih kuat serta ekspektasi inflasi yang meningkat turut menambah tekanan pada pasar keuangan global.

Meski kebijakan perang dagang era Donald Trump diterapkan ke beberapa negara tertentu saja, dampaknya terasa hingga seluruhnya. Sementara pasar membutuhkan kepastian dan stabilitas untuk tumbuh.

Namun, apakah ini berarti ekonomi Indonesia benar-benar rapuh? Tidak sesederhana itu. Jika menilik lebih dalam, fondasi ekonomi Indonesia masih cukup kuat.

Pertumbuhan ekonomi tetap stabil di kisaran 5 persen, didorong oleh konsumsi domestik yang menjadi motor utama perekonomian.

Meskipun inflasi sempat melonjak akibat kenaikan harga pangan dan energi global, Bank Indonesia bertindak cepat dengan kebijakan moneter yang ketat.

Kenaikan suku bunga acuan menjadi alat untuk menjaga inflasi dalam target dan mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah.


Tekanan eksternal

Menghadapi kondisi ini, tekanan eksternal, seperti kebijakan suku bunga ketat dari Federal Reserve AS, tidak bisa diabaikan begitu saja.

Kenaikan suku bunga di negara maju menarik minat investor untuk memindahkan dananya dari pasar negara berkembang ke aset-aset yang dianggap lebih aman, seperti obligasi pemerintah AS.

Fenomena ini menyebabkan tekanan pada pasar saham Indonesia, di mana aksi jual besar-besaran oleh investor asing memicu penurunan IHSG.

Di sisi lain, harga komoditas global yang menurun, seperti batu bara dan minyak sawit, dua komoditas ekspor andalan Indonesia, juga turut mempengaruhi kinerja neraca perdagangan dan cadangan devisa negara.

Penurunan harga komoditas ini menjadi tantangan tambahan bagi pemerintah yang harus mencari cara untuk mempertahankan surplus perdagangan di tengah fluktuasi pasar global.

Meskipun demikian, cadangan devisa Indonesia masih dalam kondisi yang sehat. Bank Indonesia melaporkan bahwa cadangan devisa cukup untuk membiayai lebih dari enam bulan impor dan membayar utang luar negeri pemerintah.

Ini menunjukkan bahwa secara makro, Indonesia masih memiliki ruang untuk bermanuver. Namun, ketergantungan pada ekspor bahan mentah, seperti batu bara dan minyak sawit, menjadi kelemahan struktural yang harus segera diatasi.

Pemerintah perlu mendorong hilirisasi industri untuk meningkatkan nilai tambah dari produk ekspor dan mengurangi ketergantungan pada komoditas mentah.


Optimisme pemerintah

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tetap menunjukkan sikap optimistis di tengah situasi yang menantang ini.

Ia menegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan berperan sebagai penyangga utama dalam menghadapi gejolak ekonomi global.

Pemerintah fokus pada transformasi ekonomi melalui penguatan ketahanan pangan, pengembangan energi terbarukan, hingga peningkatan iklim investasi yang kondusif.

Dengan disiplin fiskal yang ketat dan pengelolaan anggaran yang efisien, Indonesia mampu mempertahankan stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian global.

Meskipun demikian, tantangan tetap ada. Efisiensi anggaran, seperti pemangkasan perjalanan dinas dan pengurangan belanja barang yang tidak esensial, memang menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga kesehatan fiskal.

Sementara di sisi lain, kebijakan ini juga bisa berdampak pada konsumsi domestik, terutama di daerah-daerah yang bergantung pada belanja pemerintah untuk menggerakkan perekonomian lokal.

Reformasi struktural, seperti hilirisasi industri untuk meningkatkan nilai tambah ekspor, memang sudah berjalan, tetapi masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

Pertanyaannya, apakah langkah-langkah ini cukup cepat dan efektif untuk mengimbangi tekanan eksternal?

Transformasi ekonomi membutuhkan waktu dan konsistensi kebijakan. Selain itu, tantangan lainnya adalah bagaimana memastikan bahwa reformasi ini benar-benar menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Ketergantungan yang berlebihan pada investor asing membuat pasar Indonesia rentan terhadap gejolak eksternal.

Oleh karena itu, memperkuat peran investor domestik menjadi sangat penting. Edukasi finansial untuk masyarakat, peningkatan akses ke pasar modal, serta memperkuat lembaga keuangan domestik, seperti dana pensiun dan asuransi, bisa menjadi solusi jangka panjang untuk menciptakan pasar yang lebih stabil.

Di sisi lain, diversifikasi ekonomi menjadi kunci untuk menghadapi ketidakpastian global. Sektor teknologi, manufaktur, dan energi terbarukan memiliki potensi besar untuk menarik investasi baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Hanya saja, untuk memanfaatkan peluang ini, stabilitas politik dan keberlanjutan kebijakan ekonomi harus dijaga. Reformasi birokrasi, peningkatan kualitas infrastruktur, dan kepastian hukum menjadi faktor penting dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif.

Menghadapi tantangan ekonomi saat ini membutuhkan pendekatan yang menyeluruh dan terkoordinasi.

Tidak cukup hanya dengan kebijakan fiskal dan moneter yang ketat, tetapi juga dengan penguatan struktur ekonomi, diversifikasi sektor, dan peningkatan daya saing nasional.

Pemerintah, otoritas moneter, dan pelaku pasar harus bekerja sama untuk menciptakan ekosistem ekonomi yang kuat dan tahan terhadap guncangan eksternal.

Dengan langkah yang tepat dan konsisten, Indonesia tidak hanya mampu melewati masa sulit ini, tetapi juga tumbuh menjadi ekonomi yang lebih kuat dan berdaya saing di kancah global.

Fondasi ekonomi Indonesia telah teruji dalam berbagai krisis sebelumnya, dan dengan komitmen untuk terus berinovasi dan beradaptasi, masa depan perekonomian nasional tetap cerah.

Dengan kebijakan yang tepat, kerja sama semua pihak, dan komitmen untuk memperkuat ekonomi domestik, Indonesia memiliki peluang besar untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang menjadi kekuatan ekonomi yang tangguh di masa depan.

Copyright © ANTARA 2025