Wamenko Kumham Imipas sebut UU ITE perlu ditelaah lebih lanjut
Wakil Menteri Koordinator (Wamenko) Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Otto Hasibuan menyebutkan ...
Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Koordinator (Wamenko) Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Otto Hasibuan menyebutkan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) perlu ditelaah lebih lanjut.
Alasannya, kata dia, terdapat pasal, yakni Pasal 17 Ayat (2a) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, yang menimbulkan kekhawatiran di sektor perbankan mengenai implikasinya terhadap transaksi digital, salah satunya kekhawatiran dari Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas).
"Perlu dilakukan telaah lebih lanjut alasan mengapa dikeluarkannya pasal tersebut dengan menyesuaikan dengan pasal-pasal yang sudah ada sebelumnya," ucap Otto saat menerima audiensi perwakilan dari Perbanas di Jakarta, Kamis (23/1), seperti dikutip dari keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Selain sebagai faktor keamanan, ia menuturkan perlu dikaji kembali Pasal 17 Ayat (2a) tersebut sebagaimana beberapa kemungkinan yang akan terjadi sebagai implikasi adanya pasal itu yang disampaikan oleh perwakilan Perbanas, di antaranya sektor perbankan saat ini mengalami ketidakpastian akibat ketentuan baru dalam UU ITE.
Perbanas memperkirakan penerapan Pasal 17, yang mewajibkan semua transaksi non-tatap muka untuk menggunakan Tanda Tangan Elektronik (TTE) yang dijamin oleh Sertifikat Elektronik (SE), akan memiliki konsekuensi yang luas.
Menurut perhimpunan tersebut, salah satu hasil yang paling mengkhawatirkan dari regulasi ini, yakni kemungkinan regresi ke transaksi tunai. Perubahan itu diperkirakan meningkatkan biaya bagi Pemerintah, terutama dalam hal pencetakan dan distribusi uang di seluruh Indonesia.
Selain itu, Perbanas menilai persyaratan untuk TTE dan verifikasi keasliannya menimbulkan hambatan operasional. Proses tersebut memerlukan akses internet yang memadai dan komunikasi elektronik, yang mungkin tidak tersedia untuk semua segmen masyarakat.
Perbanas juga berpendapat UU ITE mengategorikan semua transaksi keuangan digital, termasuk yang dilakukan melalui ATM, EDC, mobile banking, internet banking, dan platform e-commerce, sebagai berisiko tinggi, sehingga mewajibkan penggunaan TTE yang dijamin oleh SE.
Sebagai masukan, Perbanas menyampaikan bahwa saat ini bank telah menetapkan mekanisme keamanan, seperti protokol Kenali Pelanggan Anda (KYC) dan autentikasi dua faktor (2FA). Ada argumen kuat untuk mengecualikan transaksi perbankan digital dari persyaratan TTE.
Selain itu, sektor perbankan juga sudah berada di bawah regulasi ketat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). Kedua institusi tersebut melakukan audit menyeluruh guna memastikan bahwa semua produk perbankan ditinjau secara cermat sebelum diluncurkan.
Otto menegaskan bahwa pihaknya melalui Asisten Deputi Koordinasi Pemanfaatan, Pemberdayaan, dan Perlindungan Kekayaan Intelektual akan menindaklanjuti hasil audiensi tersebut.
“Tindak lanjut atau apa pun bentuknya nanti akan kami sampaikan pada kesempatan berikutnya, karena jika dicermati ini perlu koordinasi lintas sektor dalam diskusinya,” tuturnya.
Baca juga:
Baca juga:
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025