Amnesty International Sebut Bebasnya Septia Jadi Langkah Maju Kebebasan Berekspresi
Bebasnya Septia, menurutnya juga merupakan kemenangan penting bagi kebebasan berekspresi di Indonesia.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia, , Merespons bebasnya dari kasus pencemaran nama baik terhadap pimpinan sebuah perusahaan.
Menurutnya bebasnya Septia merupakan kemenangan bagi semua pihak.
Baca juga:
“Bebasnya Septia adalah kemenangan bagi kita semua. Ancaman kriminalisasi yang dihadapi Septia sebagai seorang karyawan yang mengupayakan pemenuhan haknya sejatinya juga menjadi ancaman bagi kita semua," kata , Jumat (24/1/2025).
Selain itu Usman juga menilai bebasnya Septia, menjadi kemenangan bersama.
"Untuk terus mendorong perubahan terhadap berbagai pasal bermasalah yang dapat mengancam kebebasan berekspresi kita," terangnya.
Baca juga:
Bebasnya Septia, menurutnya juga merupakan kemenangan penting bagi di Indonesia. Terutama di tengah ancaman yang terus berlanjut akibat penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) untuk membungkam suara warga yang menyuarakan ketidakadilan.
"Kasus ini menegaskan bahwa revisi UU ITE sebanyak dua kali belum cukup untuk menghentikan ancaman terhadap ," kata .
Septia, ditegaskannya bukan satu-satunya korban kriminalisasi dengan UU ITE. Kasus serupa sebelumnya dialami oleh Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti serta Daniel Frits.
"Putusan-putusan ini harus menjadi momentum bagi negara agar merevisi UU ITE yang selama ini digunakan untuk mengkriminalisasi warga yang menggunakan hak mereka untuk berekspresi secara damai," kata .
"Negara harus memastikan UU ITE tidak lagi digunakan untuk membungkam suara warga, terutama mereka yang berpendapat secara damai," tandasnya.
Sebelumnya Ketua majelis hakim Saptono memutuskan tak terbukti melakukan pencemaran nama baik terhadap Henry Kurnia Adhi Sutikno atau John LBF selaku bos PT Lima Sekawan Indonesia.
Dalam amar putusannya majelis hakim menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwa JPU.
"Dalam dakwaan alternatif pertama primer, dakwaan alternatif pertama subsider dan dakwaan alternatif kedua jaksa penuntut umum," kata hakim Saptono di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2025).
Atas hal itu majelis hakim memutuskan membebaskan terdakwa .