BPOM tingkatkan mutu uji klinik nasional kejar status WLA 

BPOM menyoroti pentingnya peran sentra uji klinik dalam mendorong Indonesia sebagai salah satu pengawas obat dan ...

BPOM tingkatkan mutu uji klinik nasional kejar status WLA 

Jakarta (ANTARA) - BPOM menyoroti pentingnya peran sentra uji klinik dalam mendorong Indonesia sebagai salah satu pengawas obat dan makanan berkelas dunia yang terdaftar di WHO (WHO-Listed Authority/WHO), sehingga pihaknya berupaya meningkatkan mutu uji klinik nasional.

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar menyebutkan bahwa hal itu dilakukan dengan memfasilitasi percepatan pengembangan dunia usaha obat dan meningkatkan efektivitas pengawasan obat.

Dalam melakukan proses bisnisnya, ujar Taruna, BPOM melibatkan tim ahli dan berkolaborasi dengan Kementerian Kesehatan serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam melakukan sharing data untuk transparansi data uji klinik di Indonesia.

Untuk penguatan sistem regulatori uji klinik, BPOM juga memanfaatkan Global Benchmarking Tools (GBT) dari WHO.

Baca juga:

Baca juga:

"Sistem regulatori BPOM menggunakan digitalisasi dalam proses bisnis untuk efisiensi dan transparansi, yaitu melalui pengajuan persetujuan pelaksanaan uji klinik (PPUK) dan mekanisme obat pengembangan baru (OPB)/investigational new drug (IND),” ujarnya.

Taruna menuturkan, dari pengawasan uji klinik yang dilakukan oleh BPOM ke sentra uji klinik dan pelaku uji klinik, ditemukan masih terdapat ketimpangan dalam hal pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman para pelaku uji klinik, regulasi, dan infrastruktur sentra uji klinik terhadap persyaratan cara uji klinik yang baik (CUKB).

“BPOM berupaya menjembatani gap tersebut dengan membantu sentra uji klinik melakukan mapping laboratorium riset dan sentra uji klinik, serta melakukan pengawalan pemenuhan CUKB dan cara pembuatan obat yang baik (CPOB),” dia menjelaskan.

Menurutnya, uji Klinik harus dilakukan sesuai dengan kaidah CUKB untuk memberikan perlindungan kepada subjek dan menghasilkan data yang valid dan kredibel. Peneliti utama, katanya, harus bertanggung jawab atas pelaksanaan uji klinik, termasuk kesiapan infrastruktur dan personel di sentra.

Dia pun menambahkan, saat ini Kementerian Kesehatan telah bekerja sama dengan BPOM dalam membuat alat-alat asesmen untuk menilai kematangan dari unit riset klinis (clinical research unit/CRU) berdasarkan standar WHO.

"Tools tersebut bertujuan mengevaluasi sejauh mana CRU memenuhi persyaratan internasional dalam hal infrastruktur, kepatuhan terhadap pedoman etika, kapasitas staf, dan kemampuan dalam melaksanakan uji klinik yang aman, efisien, dan berkualitas di Indonesia," katanya.*

Baca juga:

Baca juga:

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2025