Ciam Si, tradisi masyarakat Tionghoa untuk meminta petunjuk kehidupan
Menjelang Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili yang akan jatuh pada 29 Januari 2025, Vihara Dharma Ramsi yang berlokasi di ...
Ciam Si merupakan ritual ramalan yang sudah dilakukan masyarakat Tionghoa sejak zaman kuno
Jakarta (ANTARA) - Menjelang Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili yang akan jatuh pada 29 Januari 2025, Vihara Dharma Ramsi yang berlokasi di Cibadak, Kota Bandung, nampak padat. Sejumlah relawan sibuk mempersiapkan rumah ibadah itu untuk menyambut perayaan penting bagi masyarakat Tionghoa tersebut.
Di tengah kepadatan itu, tampak sejumlah pengibadah yang menjalani ritual sembahyang dam kemudian mengocok wadah bambu berisi batang bambu kecil di hadapan patung dewa. Jemaat itu sedang melakukan Ciam Si atau tradisi ramalan dalam masyarakat Tionghoa.
Ciam Si merupakan ritual ramalan yang sudah dilakukan masyarakat Tionghoa sejak zaman kuno dan sampai saat ini tradisi tersebut masih sering ditemui di vihara atau klenteng.
Seperti dijelaskan oleh salah seorang relawan di Vihara Dharma Ramsi bernama Chandra, Ciam Si dilakukan ketika seseorang ingin meminta petunjuk mengenai nasib, peruntungan, maupun penyelesaian dari sebuah masalah yang pelik.
Masyarakat Tionghoa percaya bahwa Ciam Si merupakan solusi apabila menghadapi kebuntuan atau kebingungan dengan meminta wejangan dari dewa. Mereka percaya dewa dapat memberikan pencerahan atas segala masalah.
Bagi salah satu umat di Vihara Dharma Ramsi bernama Maming, Ciam Si menjadi tempat mengadu kepada Dewa sekaligus mencari solusi atas permasalahan yang sulit dihadapinya
"Kalau saya kan umat sini, jadi kalau gak pelik, gak nanya. Kalau pelik, baru nanya. Kalau orang udah gak ada jalan, ke sana ke sini mentok, baru nanya. Pokoknya ada masalah yang gak bisa dipecahkan, kamu bisa nanya kepada-Nya," ucapnya.
Tidak ada persiapan khusus untuk seseorang yang hendak melakukan Ciam Si selain harus punya keyakinan penuh sebelum melakukan ritual. Pasalnya hal ini dapat mempengaruhi restu dewa dan jawaban yang akan ia dapat.
Hal yang paling penting dalam Ciam Si adalah kepercayaan, karena orang yang memohon ramalan harus percaya terhadap ramalan ini maupun pesan yang nantinya akan ia terima. Bahkan, menurut Maming orang yang tidak percaya tidak dapat melanjutkan ritual Ciam Si karena tidak direstui oleh dewa.
Oleh karena itu, Ciam Si dapat dilakukan oleh siapapun, tidak terbatas untuk masyarakat Tionghoa dan penganut Konghucu atau Buddha saja selagi orang yang memohon ramalan memiliki kepercayaan dan keyakinan akan petunjuk dari Ciam Si.
Untuk melakukan Ciam Si, ada beberapa alat yang dibutuhkan di antaranya siao poe atau dua potongan kayu berbentuk setengah oval berwarna merah, dupa, batang bambu bernomor, gelas bambu, dan kertas ramalan.
Alat-alat ini sudah tersedia di setiap vihara atau klenteng sehingga umat yang akan melakukannya hanya perlu datang ke vihara terdekat dengan permohonan sungguh.
Rangkaian proses Ciam Si dimulai dengan melakukan sembahyang untuk berdoa dan memohon izin kepada dewa sebelum memulai ritual tersebut. Sembari sembahyang, pemohon dapat mencurahkan keluh kesah atau pertanyaannya yang nantinya akan dipecahkan oleh dewa melalui Ciam Si.
Di Vihara Dharma Ramsi, izin dan pertanyaan dihaturkan kepada Dewa Kwan Kong yang merupakan sosok jenderal perang pada zaman China kuno yang dipercaya sebagai dewa pelindung perdagangan, pelindung kesusasteraan, dan pelindung dari malapetaka peperangan oleh penganut Konghucu dan Buddha.
Setelah menyampaikan masalah atau pertanyaan, pemohon melempar siao poe dan dua potong kayu ini yang akan menunjukkan jawaban ramalan. Jika satu potong siao poe menelungkup dan lainnya terbuka, artinya dewa mengizinkan umat memohon petunjuk. Sedangkan jika dua-duanya menelungkup atau terbuka, maka Dewa tak mengizinkannya.
"Itu ada bahasanya siao poe namanya. Jadi dilepas begitu, kalau dia sampai satu tutup satu buka artinya setuju," kata Chandra.
Jika diizinkan, pemohon kemudian mengambil salah satu batang bambu dengan cara mengocok gelas bambu hingga salah satu batang bambu keluar yang merupakan jawaban atas pertanyaannya. Menurut Chandra, setiap vihara memiliki jumlah batang bambu atau jawaban yang berbeda-beda. Di Vihara Dharma Ramsi terdapat lebih dari 100 batang bambu Ciam Si.
Setelah itu, pemohon mengambil secarik kertas dari lemari sesuai dengan nomor yang tertera pada batang bambu yang didapat. Pada kertas tersebut tertera sebuah pesan yang bunyinya seperti syair serta kalimat-kalimat petunjuk yang berisi makna syair tersebut.
Isi pesan pada setiap lembar kertasnya pun berbeda-beda, ada yang berisi petunjuk baik maupun peringatan terkait beberapa aspek kehidupan seperti rejeki, asmara, kesehatan, hingga karier. Pemohon dapat meminta tetua vihara atau orang yang mengerti makna pesan-pesan Ciam Si untuk membantu menerjemahkan kalimat dalam kertas yang dia dapat.
"Hasilnya itu, bacaannya itu syair. Itu harus benar-benar orang yang bisa membacanya dengan baik. Menerjemahkannya dengan baik. Karena yang namanya syair itu, dia luas, dan dengan syair itu ya, kasus apapun yang sedang kita hadapi itu bisa terjawab. Itu uniknya," kata Chandra.
Pemohon dapat melemparkan siao poe lagi untuk memastikan apakah jawaban yang ia dapat memang benar diperuntukkan untuknya. Sama seperti saat meminta izin, apabila salah satu potongan siao poe terbuka dan satunya lagi menelungkup artinya dewa mengiyakan. Sedangkan kedua potongan siao poe terbuka atau menelungkup, pemohon dapat mengambil batang bambu lain.
Tidak ada ketentuan khusus maupun jadwal tertentu yang ideal dalam melakukan Ciam Si. Siapapun bebas untuk datang ke vihara dan memohon ramalan kapan saja. Hasil ramalan yang didapat juga tidak memiliki masa berlaku, semua kembali kepada keyakinan dan kepercayaan masing-masing individu.
"Itu tergantung orangnya. Ibaratnya seperti orang yang sedang sakit, kapan dia membutuhkan pertolongan kan tidak ada waktu tertentu," ujarnya.
Tradisi Ciam Si mengajarkan bahwa ketika beban hidup terasa berat hanya kepada Tuhan tempat kita mengadu karena Dia adalah tempat terbaik untuk mencari pertolongan dan menyelesaikan segala masalah.
Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025