Greenland perlu selektif memilih mitra di tengah ketegangan geopolitik

Greenland harus sangat berhati-hati dalam memilih mitra kerja sama di sektor sumber daya alam mengingat realitas ...

Greenland perlu selektif memilih mitra di tengah ketegangan geopolitik

Nuuk, Greenland (ANTARA) - Greenland harus sangat berhati-hati dalam memilih mitra kerja sama di sektor sumber daya alam mengingat realitas ketegangan geopolitik dunia saat ini, kata anggota parlemen dari partai koalisi pemerintah Greenland, Siumut, Kuno Fenker, kepada RIA Novosti.

“Dengan adanya ketegangan di dunia, Greenland harus sangat berhati-hati dalam memilih siapa yang akan diajak bekerja sama," kata Fenker seperti diberitakan kantor berita Rusia itu, Kamis (23/1).

"Kami tahu bahwa mineral kritis serta minyak dan gas menjadi perhatian keamanan bagi Amerika Serikat. Amerika Serikat memiliki Doktrin Monroe terkait benua Amerika Utara, dan Greenland harus menghormati itu,” kata Fenker saat ditanya apakah Greenland terbuka untuk proyek pertambangan dengan negara-negara BRICS.

Fenker menambahkan bahwa secara teori, sektor pertambangan di Greenland terbuka untuk semua pihak karena saat ini tidak ada pembatasan dalam peraturan perundang-undangan.

“Tetapi, tentu saja, setiap kali ada proyek yang masuk, hal tersebut harus dievaluasi dengan mempertimbangkan aspek politik luar negeri, keamanan, dan pertahanan,” katanya menambahkan.

Sebelumnya, Perdana Menteri Greenland Mute Egede menyatakan bahwa pulau tersebut terbuka untuk memperluas kerja sama dengan Amerika Serikat dalam pengembangan sumber daya alam.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebelumnya menyebut kepemilikan Greenland sebagai “keharusan mutlak” bagi AS.

Namun, Egede menegaskan bahwa pulau tersebut tidak dijual.

Pada awal Januari 2025, Penasihat Keamanan Nasional Trump yang baru ditunjuk, Mike Waltz, mengatakan bahwa Trump siap mempertimbangkan segala opsi terkait Greenland, termasuk penggunaan kekuatan.

Greenland merupakan koloni Denmark hingga tahun 1953. Pulau tersebut tetap menjadi bagian dari Kerajaan Denmark, tetapi pada 2009 memperoleh otonomi dengan hak untuk memerintah sendiri dan membuat kebijakan dalam negeri secara independen.

Sumber: Sputnik-OANA

Baca juga:

Baca juga:

​​​​​​​

Penerjemah: Primayanti
Editor: Rahmad Nasution
Copyright © ANTARA 2025