Haidar Alwi ingatkan dampak revisi UU Kejaksaan dan KUHAP
Pendiri Haidar Alwi Institute, R. Haidar Alwi, mengingatkan dampak revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang ...
Jakarta (ANTARA) - Pendiri Haidar Alwi Institute, R. Haidar Alwi, mengingatkan dampak revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut Haidar, jika dilakukan dengan maksud memperlemah atau memperkuat kewenangan lembaga aparat penegak hukum tertentu, revisi tersebut berpotensi mengulang peristiwa demonstrasi penolakan revisi UU KPK pada tahun 2019.
"Sebelum terlambat, kita harus mengingatkan Presiden Prabowo Subianto agar jangan sampai tragedi 2019 terulang kembali. Apalagi ini adalah tahun pertama pemerintahan beliau dan Presiden adalah sosok yang tidak menginginkan adanya gejolak," kata Haidar dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan revisi UU Kejaksaan dan UU KUHAP yang ditetapkan masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 seharusnya dimaksudkan memperkuat akses, transparansi, serta kesetaraan dalam sistem peradilan pidana.
"Bukan untuk memperkuat otoritas satu pihak, apalagi sampai melucuti kewenangan lembaga lainnya yang justru mendorong penyalahgunaan kekuasaan, praktik korupsi dan melemahkan checks and balances (periksa dan timbang)," katanya.
Baca juga:
Akan tetapi, menurut Haidar, revisi UU Kejaksaan dan UU KUHAP justru mencoba untuk memperkuat kewenangan lembaga tertentu saja sebab kejaksaan akan diberikan kewenangan penuh dalam perkara pidana melalui asas dominus litis (pengendali perkara).
Di satu sisi, asas dominus litis dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum dan berkas perkara tidak perlu bolak-balik antara penyidik dan jaksa karena perbedaan pandangan terkait kelengkapan alat bukti.
"Namun, di sisi lain, malah tumpang tindih apabila tidak ingin disebut melucuti kewenangan kepolisian dan kehakiman," ucap Haidar.
Selain melakukan penyelidikan dan penyidikan sendiri, jaksa juga bisa mengintervensi penyidikan yang dilakukan kepolisian. Jaksa bebas menentukan kapan suatu perkara naik penyelidikan dan penyidikan serta kapan suatu perkara dilanjutkan atau dihentikan.
Baca juga:
Jaksa juga dapat menentukan sah atau tidaknya penangkapan dan penyitaan yang menjadi kewenangan kehakiman.
"Hal ini rawan disalahgunakan karena mengabaikan checks and balances. Entah oleh tekanan politik, kepentingan pribadi, korupsi, atau kasus-kasus yang menyangkut elite," ujarnya.
Selain itu, Haidar menjelaskan bahwa KUHAP menganut pemisahan antara fungsi penyidikan dan penuntutan. Berdasarkan KUHAP, wewenang penyelidikan, penyidikan, penangkapan, dan penahanan berada di tangan kepolisian.
"Namun, revisi UU Kejaksaan dan UU KUHAP yang akan memungkinkan jaksa mengintervensi kewenangan kepolisian dan menyerobot kewenangan kehakiman, justru semakin menegaskan ambisinya menjadi lembaga superbody tersebut," katanya.
Baca juga:
Baca juga:
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025