Hasil Investigasi Ombudsman RI Terkait Pagar Laut 

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA–Ombudsman RI merilis hasil investigasi terkait kasus pagar laut di perairan Tangerang saat jumpa pers di Jakarta, Senin (3/2/2025). Diantaranya Maladministrasi, permohonan hak atas tanah, indikasi pidana potensi maladministrasi,...

Hasil Investigasi Ombudsman RI Terkait Pagar Laut 

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA–Ombudsman RI merilis hasil investigasi terkait kasus di perairan Tangerang saat jumpa pers di Jakarta, Senin (3/2/2025). Diantaranya Maladministrasi, permohonan hak atas tanah, indikasi pidana potensi maladministrasi, dan evaluasi PSN. 

Kepala Ombudsman RI provinsi Banten Fadli Afriadi mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan dan pendapat menyimpulkan bahwa telah terjadi maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum DKP Provinsi Banten dalam menindaklanjuti dan menyelesaikan pengaduan masyarakat mengenai permasalahan keberadaan pagar laut yang tidak berizin di Kabupaten Tangerang. Di mana hal tersebut sudah menjadi bagian dari pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan di wilayah perairan laut sampai dengan 12 mil berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sehingga menyebabkan kerugian perekonomian masyarakat.

“Temuan pendapat pertama adalah kami menyatakan bahwa memang ada maladministrasi,” katanya. 

Atas temuan tersebut pihaknya pun meminta DKP provinsi Banten untuk melakukan dua hal. Diantaranya adalah menuntaskan pembongkaran pagar laut. 

Oleh sebab itu, pihaknya pun meminta agar DKP Banten menuntaskan pembongkaran pagar yang masih tersisa hingga tuntas. Selanjutnya, berkoordinasi dengan pihak terkait maupun Aparat Penegak Hukum untuk menindaklanjuti adanya indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang laut, baik secara administratif maupun pidana, sebagai salah satu upaya penegakan hukum, pencegahan serta pemberian efek jera.

“Kita meyakini ada indikasi yang kuat bahwa keberadaan pagar laut ini adalah dalam rangka upaya menguasai ruang laut,” katanya. 

Pihaknya pun menjelaskan ada bukti dokumen yang menunjukkan pengajuan sertifikat kembali seperti yang terjadi di desa Kohod. Ia mengatakan ada pengajuan lahan seluas 1415 hektar dimana lahan tersebut jika dilihat dari peta bentuknya hampir sama dengan pagar laut. Namun, ia mengatakan pengajuan itu belum sampai di BPN, baru di KKP. 

“Nah pihak yang sama atau lembaga yang sama yang mengajukan itu, mengajukan kembali seluas 1415 Atau hampir 1500 hektar yang itu berdasarkan Peta yang diberikan BIG Itu ujung terluarnya yang mereka ajukan Itu sama persis dengan pagar laut,” katanya. 

“Pengajuan pertama di Kohod, sudah terbit. Pengajuan kedua meskipun teman teman BPN menyatakan belum masuk suratnya tapi proses ke kementerian KKP sudah dilakukan, meminta apakah di sana termasuk wilayah laut atau bukan ” katanya menambahkan. 

Oleh sebab itu, pihaknya pun meminta agar aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas adanya indikasi pidana tersebut. “Tentu saja terkait pengajuan perizinan segala macem itu tentu harus didalami lagi karena melibatkan 16 desa dari 6 kecamatan yang mengajukan surat untuk dilakukan pengukuran dan pemastian itu area laut atau bukan,” katanya. 

Selain itu, pihaknya juga mencatat adanya beberapa indikasi pidana yang lainnya. Mulai dari pagar tidak berizin, potensi dampak terhadap lingkungan, gangguan ketertiban umum, kerugian masyarakat. Selain itu ia juga mengatakan ada upaya penguasaan ruang laut yang dibuktikan dengan beberapa dokumen yang diduga palsu. 

“Yang kita peroleh dan adanya peredaran 2 surat yang diduga palsu yang digunakan untuk mendukung upaya pengajuan mendapatkan wilayah ruang laut tersebut jadi kita berharap dan berkeyakinan Ini indikasi kuatnya Pagar laut itu motifnya adalah Penguasaan ruang laut,” katanya.