HPN di Riau bahas tantangan jurnalisme menghadapi disrupsi digital
Panitia Hari Pers Nasional (HPN) di Provinsi Riau menyelenggarakan Sarasehan Nasional Media Massa dengan tema ...
![HPN di Riau bahas tantangan jurnalisme menghadapi disrupsi digital](https://img.antaranews.com/cache/1200x800/2025/02/08/IMG-20250208-WA0019.jpg)
Pekanbaru, (ANTARA) - Panitia Hari Pers Nasional (HPN) di Provinsi Riau menyelenggarakan Sarasehan Nasional Media Massa dengan tema "Preservasi Jurnalisme sebagai Pilar Demokrasi Digital" yang membahas tantangan dan peluang jurnalisme dalam menghadapi disrupsi digital yang semakin pesat.
Sebagai pembicara, antara lain Ketua Dewan Pengawas TVRI, Agus Sudibyo, Sekretaris Dewan Pakar PWI Pusat, Nurjaman, Ketua Dewan Pakar PWI Pusat Mochtar Dhimam Abror, dan Ketua PWI Jawa Barat Hilman Hidayat. Diskusi dipandu oleh Ketua Dewan Kehormatan PWI Jawa Timur Djoko Tetuko, di salah satu hotel di Pekanbaru, Sabtu.
Dalam kesempatan pertama Agus Sudibyo menyoroti kebutuhan masyarakat terhadap informasi berkualitas dan bertanggung jawab yang semakin besar. Meskipun media sosial terus berkembang dan semakin mendominasi, Agus menegaskan bahwa itu tidak dapat sepenuhnya menggantikan fungsi media tradisional dalam menyediakan informasi yang akurat dan terverifikasi.
"Tentu, kita tidak perlu terlalu khawatir karena di tengah disrupsi ini, tetap ada kebutuhan yang kuat akan informasi berkualitas dan jurnalisme yang bertanggung jawab. Media sosial tidak bisa sepenuhnya menggantikan kebutuhan masyarakat akan informasi yang mendalam dan berbasis fakta. Secara global, ada kekhawatiran yang sama, yakni media sosial justru semakin memperburuk perpecahan di antara masyarakat, baik dalam hal agama maupun politik," kata Agus.
Agus menyinggung pentingnya model distribusi konten yang adaptif. Menurutnya, saat ini sangat tidak masuk akal jika ada media yang tidak menggunakan media sosial sebagai saluran distribusi konten.
Sementara itu, Nurjaman mengungkapkan 80 persen sumber berita konvensional kini berasal dari media sosial. Kemudian, semakin banyak instansi yang membuat konten berita sendiri melalui portal dan media sosial mereka.
Ke depan perusahaan atau instansi sumber berita akan membuat konten masing-masing serta menyimpannya di portal dan sosial media masing-masing. Sebab dengan Artificial Inteligence, membuat narasi atau video berita bukan hal yang sulit lagi.
"Peran media mainstream ke depannya jangan-jangan hanya berfokus pada verifikasi konten dan pertanggungjawaban terhadap Dewan Pers," ucap Nurjaman.
Ketua Dewan Pakar PWI Pusat, Dhimam Abror menekankan pentingnya preservasi jurnalisme sebagai sarana untuk memperkuat demokrasi.
Menurut Dhimam ruang digital saat ini telah menjadi tempat yang sangat strategis untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi, terutama dalam memberikan informasi yang mendorong masyarakat untuk berpikir kritis.
"Ruang digital kini memungkinkan masyarakat untuk berpikir lebih kritis terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi, terutama dalam ranah politik. Tetapi, kita harus memastikan kualitas informasi yang beredar tetap terjaga," ungkap Dhimam.
Ketua PWI Jawa Barat sekaligus Presiden Direktur Ayo Media Group Hilman Hidayat menyampaikan kekhawatirannya terkait masa depan jurnalisme di era digital. Terlebih lagi, saat ini banyak media daring yang menghadapi serangan siber dari berbagai pihak yang tidak terpikirkan sebelumnya.
"Tugas kita merawat marwah dari jurnalisme apakah jurnalisme di era digital masih cerah atau makin suram? Tapi, jika melihat data yang saya kumpulkan kok makin suram," kata Hilman
Selain pembicara, hadir tokoh pers nasional, seperti Tribuana Said, Ilham Bintang, Atal S. Depari, Asro Kamal Rokan, Dar Edi Yoga, Musrifah dan lainnya.
Diskusi antara para narasumber dan peserta menghasilkan berbagai ide dan solusi untuk menjaga agar jurnalisme tetap menjadi pilar demokrasi yang tangguh di tengah era disrupsi digital.
Pewarta: Bayu Agustari Adha
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025