Kejagung Ungkap Peran Tersangka Dirjen Anggaran dalam Korupsi Jiwasraya
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachamatarwata (IR) sebagai tersangka, Jumat (7/2/2025). IR ditetapkan terkait kasus korupsi dan tindak pidana...
![Kejagung Ungkap Peran Tersangka Dirjen Anggaran dalam Korupsi Jiwasraya](https://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/direktur-jenderal-anggaran-dja-isa-rachmatarwata-ir-ditetapkan-sebagai_250207213938-301.jpg)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachamatarwata (IR) sebagai tersangka, Jumat (7/2/2025). IR ditetapkan terkait kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) PT 2008-2018.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan, skandal korupsi dan TPPU PT Jiwasraya diawali pada Maret 2009. Ketika itu kata dia, Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan PT Asuransi Jiwasraya dihadapkan pada keadaan yang insolvent, atau dalam klasifikasi perusahaan yang tidak sehat karena gagal bayar setotal Rp 5,7 triliun terhadap para pemegang polis asuransi.
“Bahwa pada saat ini terdapat kekurangan penghitungan, dan pencadangan kewajiban perusahaan pada pemegang polis asuransi,” ujar Qohar.
PT Asuransi Jiwasraya adalah perusahaan BUMN di bidang asuransi yang seluruh sahamnya adalah milik negara. Dalam kondisi tersebut, Kementerian BUMN mengusulkan penyehatan perusahaan tersebut melalui permintaan modal baru kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Yaitu dengan penambahan modal Rp 6 triliun dalam bentuk zero coupon bond atau surat utang dan kas.
“Penambahan modal tersebut untuk mencapai solvabilitas perusahaan untuk pembayaran kewajiban minimum risk based capital (RBC) sebesar 120 persen,” ujar Qohar. Dalam penambahan modal tersebut syarat minimum penyehatan perusahaan asuransi diharuskan PT Jiwasraya dapat membayar kewajibannya sebesar 120 persen.
Akan tetapi, dalam penghitungan untuk mengukur kesehatan keuangan perusahaan, diketahui bahwa PT Asuransi Jiwasraya sudah dalam kondsisi minus (-) 580 persen. “Sehingga usulan untuk penambahan modal tersebut mendapat penolakan,” ujar Qohar.
Karena ditolak, manajeman PT Jiwasraya melakukan restrukturisasi keuangan. Perusahaan memutuskan menerbitkan produk asuransi baru, yaitu JS Saving Plan. Adalah Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo, dan Syahmirwan selaku pejabat tinggi PT Jiwasraya yang memutuskan untuk penerbitan produk asuransi tersebut.
“Penerbitan produk asuransi JS Saving Plan tersebut untuk menutup kerugian PT Asuransi Jiwasraya sebelum 2008,” uajr Qohar.
Produk JS Saving Plan memberikan bunga tinggi sebesar 9 sampai 13 persen. Sementara bunga bank pada saat itu hanya sebesar 7,50 atau sektiar 8 persen.
Pemberian bunga tinggi tersebut atas sepengetahuan IR yang saat itu selaku Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK. “Di mana untuk pemasaran produk asuransi tersebut (JS Saving Plan) harus mendapatkan persetujuan dari Bapepam-LK,” ujar Qohar.
Sementara Bapepam-LK mengetahui penerbitan produk asuransi tak boleh dilakukan oleh perusahaan yang sedang dalam kondisi gagal bayar. “Bahwa tersangka IR yang saat itu sebagai kepala biro perasuransian Bapepam bersama-sama terpidana Harry Prasetyo, Syahmirwan, dan Hendrisman membahas pemasaran produk JS Saving Plan. Padahal saat itu tersangka IR mengetahui kondisi PT Asuransi Jiwasraya dalam keadaan insolvent atau perusahaan gagal bayar,” kata Qohar.
Tersangka IR juga dikatakan membuatkan surat persetujuan kepada PT Asuransi Jiwasraya untuk memasarkan produk JS Saving Plan.
Dalam pemasaran JS Saving Plan, PT Asuransi Jiwasraya memberikan masa manfaat selama 5 tahun bagi pemegang polis yang berinvestasi selama 1 tahun. JS Saving Plan juga memberikan garansi bunga pengembangan yang tinggi selama 1 tahun periode investasi. Dan JS Saving Plan memberikan fee income bagi bank-bank sebagai mitra dalam penjualan.
Dan dari pemasaran tersebut JS Saving Plan selama periode 2014-2017 mendapatkan dana setotal Rp 47,8 triliun. Selanjutnya dana dari penjualan JS Saving Plan tersebut dikelola oleh PT Jiwasraya yang ditempatkan dalam investasi saham dan reksadana.
Beberapa saham dan reksadana tersebut berupa IIKP, SMRU, TRAM, LCGP, MYRX, SMBR, BJBR, PPRO dan beberapa perusahaan lainnya. “Dan diketahui bahwa penempatan dana untuk dikelola ke dalam instrumen investasi saham dan reksadana tersebut dilakukan tanpa melalui prinsip-prinsi good coorporated governance, dan tanpa melalui manajemen risiko investasi yang diharuskan oleh PT Asuransi Jiwasraya sebagai perusahaan asuransi milik negara,” kata Qohar.
Dari penempatan dana dari hasil penjualan produk JS Saving Plan tersebut, PT Jiwasraya kembali mengalami kerugian yang totalnya mencapai Rp 16,8 triliun.