Komisi VII DPR undang pakar ikut susun RUU Kepariwisataan
Komisi VII DPR RI mengundang para pakar dan akademisi terlibat dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang ...
Jakarta (ANTARA) - Komisi VII DPR RI mengundang para pakar dan akademisi terlibat dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Evita Nursanty mengatakan para pakar itu diundang untuk menyerap aspirasi agar pembahasan RUU Kepariwisataan bisa lebih matang.
Terlebih lagi, dia mengatakan bahwa sektor pariwisata sudah dipindahkan dari Komisi X DPR RI ke Komisi VII DPR RI pada periode ini.
"Nah masukan dari bapak-bapak ini, kan berlatar belakang berbeda-beda, masukan dari segala aspek sangat kami butuhkan," kata Evita di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan bahwa RUU tersebut merupakan RUU yang pembahasannya belum tuntas pada periode sebelumnya dan dilanjutkan ke periode ini.
Walaupun sebelumnya sudah dibahas, dia mengatakan bahwa Komisi VII DPR RI periode ini berwenang untuk mengubah kembali isi dari RUU tersebut.
"Karena itu kan belum disahkan, rancangan yang ada, kalau ada masukan dan dinamika sekarang ini, kami harap masukan dari bapak-bapak semua aspek," kata dia.
Yang paling penting, dia berharap agar RUU tersebut mampu meningkatkan sektor pariwisata dan menegakkan hukum terkait dengan lingkungan.
Dalam rapat tersebut ada lima pakar yang diundang, yaitu Prof Azril Azahari sebagai Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia, Prof Diena Mutiara Lemy sebagai pakar pariwisata berkelanjutan, Prof Andri Gunawan Wibisana sebagai pakar lingkungan hidup, Dr Komara Djaja sebagai peneliti di LPEM Universitas Indonesia.
Sebagai pakar, Diena mengatakan bahwa saat ini sektor pariwisata sudah banyak mengalami perubahan.
Ia menilai UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pun sudah sangat baik dan filosofis, tetapi belum mengakomodasi beberapa aspek karena perkembangan zaman.
Saat ini, dia mengatakan bahwa para pelaku pariwisata memerlukan jaminan kepastian perlindungan hukum.
Selain itu, dia menilai, konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan belum terjadi walaupun ide tersebut sudah tercetus sejak lama.
"Jadi di undang-undang yang baru harus dibunyikan dengan tegas, karena kita nggak ada pilihan, isu global terkait perubahan iklim, lalu bagaimana kita berkomitmen untuk zero carbon, itu perlu dikawal di dalam pariwisata," kata dia.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025