Kemenkes Usul Kenaikan Tarif BPJS Gunakan Data Listrik dan Perbankan

Kemenkes berencana menggunakan data konsumsi listrik dan perbankan sebagai acuan dalam menetapkan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan.

Kemenkes Usul Kenaikan Tarif BPJS Gunakan Data Listrik dan Perbankan

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berencana menggunakan data konsumsi listrik dan perbankan sebagai acuan dalam menetapkan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan. Data tersebut akan menjadi dasar untuk menyeleksi masyarakat miskin yang tak akan dikenakan tambahan tarif iuran BPJS.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan kenaikan tarif iuran BPJS merupakan keniscayaan, mengingat beban inflasi dan kenaikan belanja kesehatan tiap tahun. Di sisi lain, Budi juga menyinggung kenaikan tarif iuran BPJS terakhir kali terjadi pada 2020 silam.

"Dengan kenaikan inflasi kesehatan 10-15% per tahun, sedangkan tarif BPJS tidak naik lima tahun, itu kan tidak mungkin. Jadi harus naik," kata Budi Gunadi dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi IX DPR di Gedung Nusantara Senayan, Jakarta pada Selasa (11/2).

Dia menyatakan kenaikan tarif iuran BPJS akan menyasar secara selektif kepada masyarakat mampu. Budi Gunadi mengatakan masyarakat miskin tidak akan terkena dampak kenaikan tarif karena mereka akan tetap sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah melalui mekanisme Penerima Bantuan Iuran (PBI).

"Kalau tarifnya naik, maka harus adil. Masyarakat miskin jangan sampai kena. Namun, definisi miskin ini yang harus hati-hati," ujarnya.

Mantan Direktur Utama Bank Mandiri itu menambahkan, pihaknya tengah mengusulkan untuk menggunakan data konsumsi listrik dan perbankan sebagai acuan pelaksanaan kenaikan tarif iuran BPJS kesehatan.

Budi mencontohkan, kenaikan tarif iuran BPJS akan berlaku bagi masyarakat atau rumah tangga yang menggunakan daya listrik 2.200 kVA atau memiliki kartu kredit dengan limit minimal Rp50 juta. Pemilihan kategori ini merupakan evaluasi terhadap kejadian terpidana kasus korupsi timah Harvey Moeis beserta istrinya aktris Sandra Dewi yang terdaftar sebagai penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan. "Contoh Harvey Moies jangan terulang lagi," ujarnya.

Budi menyatakan sudah berkomunikasi dengan Kementerian Sosial untuk menggunakan metode menyilangkan data PBI dengan data konsumsi listrik dalam penentuan kenaikan tarif iuran BPJS. Dia juga meminta Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) untuk memperbaiki data penerima PBI.

"Data listrik dan data perbankan adalah kualitas data paling baik. Saya sudah bicara dengan menteri sosial gunakan data gampang, crossing data PBI dengan data listrik," kata Budi.

Pemerintah tengah bersiap untuk menaikan tarif iuran BPJS Kesehatan paling lambat pada 2026. Adapun besaran tarif kenaikan iuran tersebut saat ini masih menjadi bahasan bersama antara Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan dirinya telah melaporkan potensi kenaikan iuran BPJS kepada Presiden Prabowo Subianto. “Soal BPJS saya sudah bilang ke Bapak Presiden. Di 2026 kemungkinan harus ada penyesuaian di tarifnya,” kata Budi di Istana Merdeka Jakarta pada Rabu (5/2).

Meski begitu, Budi enggan memerinci lebih jauh prediksi lonjakan tarif BPJS nantinya. Ia akan membicarakan hal tersebut dengan Prabowo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. “Sudah dikasih waktunya. Nanti saya menghadap (Presiden) bersama Bu Menteri Keuangan untuk menjelaskan,” ujarnya.

Budi Gunadi menyebutkan bahwa potensi kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan dipicu oleh meningkatnya klaim pelayanan terhadap sejumlah penyakit kritis seperti sakit jantung, stroke dan kanker.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti pada November 2024 mengatakan telah terjadi kenaikan klaim kasus atau utilitas harian hingga 1,7 juta per hari. Jumlah itu meroket signifikan dibandingkan dengan 252 ribu utilisasi pelayanan kesehatan rumah sakit dan klinik per hari saat awal pemberlakukan jaminan kesehatan nasional (JKN) pada 2014.