Ketua Baleg Klaim Revisi Tata Tertib DPR Bukan untuk Mencopot Pejabat Negara
Bob mengatakan, tambahan pasal 228A pada Tatib DPR memberi kewenangan parlemen untuk melakukan evaluasi berkala.
![Ketua Baleg Klaim Revisi Tata Tertib DPR Bukan untuk Mencopot Pejabat Negara](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/revisiii-tatib-dpr.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Baleg RI memberi penegasan bahwa revisi Peraturan Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, bukan untuk memberikan kewenangan mencopot pejabat negara.
Bob mengatakan, tambahan pasal 228A pada Tatib DPR memberi kewenangan parlemen untuk melakukan evaluasi berkala, kepada setiap pejabat negara yang disetujui DPR melalui mekanisme fit and proper test.
Baca juga:
"Bukan mencopot. Pada akhirnya bahwa pejabat yang berwenang atas evaluasi berkala dari itu akhirnya ada keputusan mencopot. (Tapi) bukan RI yang mencopot," kata Bob di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/2/2025).
Legislator Partai Gerindra itu menjelaskan, evaluasi terhadap pejabat negara diatur pada bab tersendiri pada Tatib DPR.
Baca juga:
Nantinya, hasil evaluasi diteruskan kepada pimpinan yang menghasilkan rekomendasi terhadap pejabat negara yang dievaluasi.
"Kemudian dengan mekanisme yang berlaku itu dilanjutkanlah, berikan rekomendasi hasil evaluasi tersebut secara mufakat kepada instansi yang berwenang," ucapnya.
"Siapa instansi yang berwenang yang tertingginya? Ya misalkan presiden, kalau di MA misalkan Komisi Yudisial. Jadi itu tergantung kewenangan daripada pejabat pemegang kewenangan itu sendiri," imbuhnya.
Untuk diketahui, RI telah mengesahkan revisi perubahan peraturan RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang tata tertib (Tatib) .
Pengesahan itu dilakukan dalam Rapat Paripurna ini digelar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2025).
DPR kini bisa mengevaluasi pejabat yang ditetapkan dalam rapat paripurna .
Itu artinya, semua pejabat negara yang ditetapkan dalam rapat paripurna bisa dievaluasi oleh .
Misalnya pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Kapolri, Panglima TNI, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hakim Mahkamah Agung (MA) dan sebagainya.
Hasil revisi tersebut, dinilai membuka ruang bagi untuk mengevaluasi secara berkala pejabat negara yang telah dipilih dengan rekomendasi pemberhentian.
Mengutip Kompas.id, perubahan aturan tersebut dinilai sangat fatal dan merusak ketatanegaraan karena seharusnya Peraturan hanya bisa mengatur lingkup internal.