Menjaga harapan di tengah tantangan badai PHK
Perekonomian global sedang menghadapi gelombang ketidakpastian yang sulit untuk dibendung. Sentimen perlambatan ...
Jakarta (ANTARA) - Perekonomian global sedang menghadapi gelombang ketidakpastian yang sulit untuk dibendung.
Sentimen perlambatan ekonomi dunia, gejolak geopolitik, serta kebijakan moneter ketat di berbagai negara menciptakan tekanan yang signifikan terhadap sektor tenaga kerja di hampir semua negara termasuk Indonesia.
Pada awal tahun ini, tren pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali menjadi sorotan, sebuah tanda bahwa dunia usaha tengah menghadapi tantangan yang tidak ringan.
Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), sepanjang 2024 terjadi 77.965 kasus PHK di Indonesia.
Analis Legislatif Ahli Utama Bidang Kesejakteraan Rakyat pada Pusat Analisis Keparlemenan Badan Keahlian DPR RI, Hartini Retnaningsih, dalam kajian terbarunya memprediksikan tahun ini ada potensi terjadi PHK pada sekitar 280 ribu pekerja dari 60 perusahaan tekstil.
Beberapa penyebab PHK antara lain karena kenaikan pajak pertambahan nilai, pembatasan subsidi pemerintah, dan kenaikan premi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Ia menyarankan agar Pemerintah mencegah terjadinya PHK massal melalui kebijakan yang mendukung sektor industri yang berpotensi PHK, merevisi ketentuan tentang persyaratan PHK, membuat kebijakan impor yang tidak merugikan produk lokal, mendukung pengembangan pasar baru di tingkat internasional, antisipasi dinamika geopolitik global, dan melakukan inovasi pelaksanaan Program JKP agar efektif dan efisien.
Komisi IX DPR RI juga dinilai perlu mendorong pemerintah agar melaksanakan kebijakan yang tepat dalam rangka menjaga keberlangsungan usaha dan hubungan industrial yang baik serta perlu melakukan pengawasan terhadap pembinaan ketenagakerjaan.
Bappenas sebelumnya bahkan telah mengingatkan bahwa tren PHK ini bukan sekadar masalah ketenagakerjaan, tetapi juga berisiko meningkatkan angka kemiskinan dan memperlebar ketimpangan ekonomi.
Dalam situasi seperti ini, strategi pemerintah untuk menahan laju kenaikan angka kemiskinan sekaligus mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi menjadi sangat krusial.
Padat Karya
Fenomena PHK ini memiliki akar yang kompleks. Di satu sisi, industri padat karya masih berusaha pulih dari tekanan eksternal, seperti penurunan permintaan ekspor akibat melemahnya daya beli global.
Di sisi lain, sektor digital dan startup mengalami fase konsolidasi setelah periode ekspansi agresif selama pandemi, yang berujung pada efisiensi besar-besaran.
Jika tidak diantisipasi dengan baik, gelombang PHK ini akan menekan daya beli masyarakat dan menciptakan lingkaran setan ekonomi di mana konsumsi rumah tangga, kontributor utama pertumbuhan, ikut tergerus.
Pemerintah memiliki pekerjaan besar untuk memastikan agar masyarakat yang terdampak PHK tidak jatuh dalam kemiskinan.
Salah satu langkah yang sudah dilakukan adalah memperkuat perlindungan sosial berbasis data yang lebih akurat dan adaptif.
Program bantuan sosial seperti Kartu Prakerja, Bantuan Subsidi Upah (BSU), serta perluasan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) menjadi instrumen penting untuk memastikan para pekerja yang terkena PHK tetap memiliki akses terhadap kebutuhan dasar dan peluang peningkatan keterampilan.
Namun, tantangannya bukan sekadar memastikan keberlanjutan program ini, melainkan juga menjadikannya lebih efektif dan tepat sasaran.
Lebih jauh, kebijakan jangka panjang yang harus diperkuat adalah mempercepat transformasi ekonomi agar ketergantungan pada sektor yang rentan terhadap guncangan global bisa dikurangi.
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto berpendapat bahwa diversifikasi ekonomi akan menjadi kunci utama. Indonesia tidak bisa terus-menerus bergantung pada industri manufaktur berbasis ekspor yang rentan terhadap fluktuasi eksternal.
Menurut Suroto, sektor ekonomi berbasis domestik seperti ekonomi kreatif, pertanian modern, dan pariwisata berkualitas tinggi harus lebih dioptimalkan sebagai sumber pertumbuhan baru.
Pendekatan ini bukan hanya menciptakan lapangan kerja yang lebih tahan terhadap gejolak global, tetapi juga memperkuat daya saing ekonomi nasional dalam jangka panjang.
Pemerintah juga memahami bahwa stabilitas makroekonomi adalah fondasi utama dalam menghadapi ketidakpastian global.
Langkah-langkah yang sudah diambil, seperti menjaga inflasi tetap terkendali, menstabilkan nilai tukar rupiah, serta memastikan ketersediaan bahan pokok dengan harga terjangkau, merupakan strategi penting agar daya beli masyarakat tidak tertekan lebih dalam.
Kombinasi kebijakan moneter dan fiskal yang tepat akan menciptakan ruang bagi dunia usaha untuk tetap tumbuh tanpa harus memangkas tenaga kerja secara besar-besaran.
Di tengah tantangan ini, pemerintah tetap optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai angka yang tinggi, bahkan hingga delapan persen dalam jangka menengah.
Meski angka ini tampak ambisius dalam kondisi global saat ini, bukan berarti tidak mungkin. Kuncinya terletak pada percepatan investasi dan inovasi di sektor produktif.
Reformasi birokrasi yang sudah berjalan harus semakin diperkuat agar proses perizinan usaha semakin efisien dan kepastian hukum bagi investor semakin jelas.
Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor hilirisasi sumber daya alam, yang jika dijalankan dengan strategi yang tepat, dapat menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Digitalisasi juga menjadi faktor penentu. Ekonomi berbasis digital telah membuktikan ketahanannya di berbagai krisis, dan Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama di kawasan.
Dengan semakin banyaknya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang masuk ke ekosistem digital, rantai ekonomi bisa menjadi lebih inklusif dan membuka peluang baru bagi tenaga kerja yang terdampak PHK.
Konektivitas Ekonomi
Pemerintah di sisi lain harus mampu memastikan bahwa akses terhadap infrastruktur digital, pembiayaan, dan literasi digital bisa menjangkau lebih banyak lapisan masyarakat.
Strategi lain yang tidak kalah penting adalah mempercepat pembangunan infrastruktur yang mendukung konektivitas ekonomi.
Investasi pada infrastruktur transportasi, energi, dan telekomunikasi bukan hanya menciptakan lapangan kerja langsung, tetapi juga meningkatkan efisiensi ekonomi secara keseluruhan.
Dengan akses yang lebih baik ke pasar, pelaku usaha di berbagai daerah bisa lebih mudah berkembang dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang lebih besar.
Namun, dalam semua strategi ini, yang paling penting adalah membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap masa depan ekonomi.
Narasi yang terlalu pesimistis mengenai ancaman PHK dan perlambatan ekonomi justru bisa memperburuk situasi dengan menciptakan ketidakpastian yang lebih besar.
Sebaliknya, pendekatan yang lebih konstruktif dengan menyoroti peluang serta langkah konkret yang sudah dan akan diambil pemerintah dapat menjadi dorongan psikologis bagi dunia usaha dan masyarakat luas.
Sejarah telah membuktikan bahwa Indonesia memiliki ketahanan ekonomi yang luar biasa. Krisis moneter 1998, krisis global 2008, hingga pandemi COVID-19 adalah bukti bahwa perekonomian Indonesia mampu bangkit dari tekanan yang besar.
Dengan kebijakan yang tepat dan eksekusi yang disiplin, target pertumbuhan tinggi tetap bisa dicapai, sekaligus memastikan bahwa masyarakat yang terdampak PHK tetap memiliki kesempatan untuk bangkit dan berkembang.
Ini bukan sekadar tantangan, tetapi juga momentum untuk membangun ekonomi yang lebih kuat, inklusif, dan berdaya saing di masa depan.
Copyright © ANTARA 2025