Ombudsman catat laporan masyarakat pada 2024 meningkat jadi 10.846 aduan
Ombudsman RI mencatat jumlah laporan masyarakat kepada lembaga itu meningkat menjadi sebanyak 10.846 aduan pada tahun ...
Jakarta (ANTARA) - Ombudsman RI mencatat jumlah laporan masyarakat kepada lembaga itu meningkat menjadi sebanyak 10.846 aduan pada tahun 2024, dari tahun sebelumnya tercatat 8.452 aduan.
Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih menuturkan jumlah laporan masyarakat tersebut meningkat sebanyak 2.394 aduan atau sekitar 28 persen, yang menunjukkan tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk melapor.
"Aduan masyarakat tersebut terdiri atas laporan masyarakat, reaksi cepat Ombudsman, dan investigasi atas prakarsa sendiri," ujar Najih dalam acara Cofee Morning di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan substansi yang paling banyak dilaporkan selama tahun 2024, yakni bidang agraria atau pertanahan sebanyak 17,17 persen, kepegawaian 12,45 persen, pendidikan 9,56 persen, perhubungan 6,68 persen, serta hak sipil dan politik 6,31 persen.
Kemudian, instansi terlapor yang paling banyak diadukan meliputi pemerintah daerah tercatat 45,88 persen, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) 11,59 persen, BUMN/BUMD 6,2 persen, lembaga pemerintah 5,9 persen, serta kepolisian 4,4 persen.
Baca juga:
Dalam menyampaikan laporan kepada Ombudsman, jelas Najih, para pelapor lebih banyak yang menyampaikan melalui program on the spot Ombudsman sebanyak 22,9 persen, yang merupakan program jemput bola ke masyarakat untuk menjaring pengaduan.
Selanjutnya, disusul pengaduan melalui WhatsApp sebanyak 20,5 persen dan datang langsung 20,15 persen.
Sementara itu, tercatat pula jumlah laporan yang diselesaikan atau ditutup Ombudsman pada tahun 2024 sebanyak 10.768 aduan.
Berdasarkan data penutupan laporan, sambung dia, sepanjang tahun 2024, jenis malaadministrasi terbanyak yang telah ditutup atau diselesaikan berupa penundaan berlarut tercatat 33,86 persen, tidak memberikan pelayanan 30,31 persen, penyimpangan prosedur 20,61 persen, serta tidak patut 4,44 persen.
Lalu, berupa pula penyalahgunaan wewenang 2,99 persen, kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum 2,95 persen, tidak kompeten 2,19 persen, permintaan atau penerimaan imbalan 1,81 persen, diskriminasi 0,5 persen, dan berpihak 0,2 persen.
"Dominannya malaadministrasi, penundaan berlarut dan tidak memberikan layanan, sehingga menuntut para penyedia layanan publik untuk terus meningkatkan profesionalisme dan kapasitasnya dalam memberikan layanan kepada masyarakat," ucapnya.
Baca juga:
Perihal rekomendasi Ombudsman, Najih menambahkan sepanjang tahun lalu lembaganya menerbitkan lima rekomendasi. Dari jumlah tersebut, satu rekomendasi telah dilaksanakan dan empat rekomendasi pada tahap monitoring.
Ia berharap ke depannya kolaborasi dan kerja sama dalam penyelesaian laporan masyarakat dapat terus dilakukan untuk terwujudnya pemerintahan yang baik atau good governance dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Di sisi lain, Ketua Ombudsman juga mengajak para pewarta media massa untuk turut dalam pengawasan pelayanan publik agar masyarakat dapat menerima haknya dalam menerima layanan terbaik.
Saran dan masukan dari media massa membantu Ombudsman dalam meningkatkan kualitas pengawasan pelayanan publik.
Baca juga:
Sekretaris Jenderal Ombudsman RI Suganda Pandapotan Pasaribu mengapresiasi kontribusi media massa dalam mendukung upaya Ombudsman menyampaikan informasi terkait pengawasan pelayanan publik kepada masyarakat luas.
"Sebagai dampak pemberitaan yang kritis dan konstruktif, Ombudsman dapat terus melakukan evaluasi, memperbaiki kinerja, serta mendorong instansi pelayanan publik untuk bertanggung jawab atas tugas dan fungsinya," ucap Suganda dalam kesempatan sama.
Suganda menyadari tantangan dalam pengawasan pelayanan publik ke depan akan semakin kompleks.
Oleh karena itu, ia menekankan bahwa kolaborasi antara Ombudsman dengan media massa tidak hanya menjadi jembatan, tetapi juga menjadi pondasi kokoh untuk menghadirkan pelayanan publik yang lebih baik di Indonesia.
Baca juga:
Baca juga:
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025