Pakar: Dominus litis berpotensi ganggu prinsip "checks and balances"

Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Samsul Arifin menilai kewenangan kejaksaan sebagai ...

Pakar: Dominus litis berpotensi ganggu prinsip
Dengan kewenangan yang semakin luas, ada potensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang dapat mengancam independensi lembaga lain, terutama kepolisian dan pengadilan, yang memiliki peran penting dalam memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan

Surabaya (ANTARA) - Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Samsul Arifin menilai kewenangan kejaksaan sebagai dominus litis atau pengendali perkara pada rancangan KUHAP yang baru berpotensi mengganggu prinsip checks and balances.

Samsul mengatakan pada rancangan KUHAP yang baru muncul persoalan mengenai perluasan kewenangan Kejaksaan yang dinilai terlalu berlebihan

"Jika sebelumnya asas dominus litis memberikan kontrol kepada kejaksaan dalam batasan tertentu, rancangan baru justru memperkuat posisi kejaksaan dengan memberikan hak kontrol yang hampir absolut," ujar Arifin di Surabaya, Sabtu.

Dengan kontrol yang diberikan kepada kejaksaan terlalu besar, kata dia, dapat mengganggu prinsip checks and balances.

Baca juga:

"Jika kontrol yang diberikan kepada kejaksaan terlalu besar, hal ini dapat mengganggu prinsip checks and balances di dalam criminal justice system yang seharusnya dilakukan proporsional agar dapat dipastikan adanya keseimbangan kekuasaan di antara lembaga penegak hukum," kata Samsul Arifin.

Dia menambahkan bahwa salah satu bentuk kewenangan yang diperluas adalah kemampuan kejaksaan untuk melakukan intervensi terhadap suatu perkara apabila dalam waktu 14 hari kepolisian tidak mengambil tindakan terhadapnya.

"Kewenangan ini memunculkan perdebatan terkait keseimbangan peran antar-lembaga penegak hukum. Karena memberikan wewenang kepada Kejaksaan untuk masuk lebih awal dalam tahapan penyelidikan dan penyidikan yang secara tradisional merupakan ranah kepolisian. Menurut saya selama ini tidak ada persoalan soal itu," tegas Arifin

Selain itu, rancangan KUHAP yang baru juga menimbulkan kekhawatiran dalam hal penentuan sah atau tidaknya tindakan hukum seperti penangkapan dan penyitaan.

Baca juga:

Dalam sistem peradilan yang berlaku selama ini, kewenangan untuk menentukan keabsahan proses penyidikan, termasuk penangkapan dan penyitaan, adalah hak prerogatif hakim melalui mekanisme pra-peradilan.

“Hakim-lah yang seharusnya berwenang untuk menilai apakah suatu proses hukum telah dilakukan sesuai dengan aturan atau justru melanggar hak asasi tersangka. Namun, rancangan KUHAP yang baru berpotensi menggeser kewenangan ini dengan memberikan peran yang lebih dominan kepada kejaksaan dalam menilai keabsahan proses-proses tersebut sebelum perkara diajukan ke pengadilan," ujarnya.

Arifin juga menyangkal soal argumen efisiensi atas perubahan tersebut. Efisiensi semata tidak dapat dijadikan satu-satunya tolok-ukur keberhasilan dalam penegakan hukum.

Dengan kewenangan yang semakin luas, ada potensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang dapat mengancam independensi lembaga lain, terutama kepolisian dan pengadilan, yang memiliki peran penting dalam memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan prinsip keadilan.

Pewarta: Willi Irawan
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025