Pakar Hukum Pertanyakan Urgensi Hak Imunitas Jaksa dalam Revisi UU Kejaksaan
Sejumlah pakar hukum pidana mempertanyakan urgensi dari hak imunitas jaksa yang tertuang dalam Revisi Undang-Undang Kejaksaan
![Pakar Hukum Pertanyakan Urgensi Hak Imunitas Jaksa dalam Revisi UU Kejaksaan](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/pakar-hukum-pidana-jamin-ginting565.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah pakar hukum pidana mempertanyakan urgensi dari yang tertuang dalam Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Jamin Ginting menilai berpotensi kebal hukum terhadap pelanggaran tindak pidana.
Padahal seharusnya semua orang termasuk para jaksa memiliki asas yang sama dihadapan hukum yakni equality before the law.
Baca juga:
"Hak imunitas Jaksa dalam sistem peradilan pidana yang saat ini kita diskusikan menuai kontroversi di publik karena dikhawatirkan Jaksa punya kekebalan ketika melakukan suatu perbuatan pidana," ujarnya dalam diskusi publik di Jakarta, Kamis (13/2/2025).
Khususnya Pasal 8 Ayat (5) Undang-Undang Kejaksaan di mana dalam aturan itu disebutkan bahwa pemanggilan hingga penahanan terhadap hanya bisa dilakukan jika ada persetujuan dari Jaksa Agung.
"Ini bisa diartikan aparat penegak hukum lain seperti polisi, hakim dan lainnya akan menundukan diri kepada Jaksa Agung," tuturnya.
"Bagaimana apabila terdapat Jaksa yang melakukan dugaan tindak pidana? bisa jadi kabur Jaksa tersebut apabila perlu ada izin Jaksa Agung terlebih dahulu," tutur Jamin.
Dia menyebut justru bisa berdampak negatif karena rentan terjadi penyalahgunaan wewenang secara berlebihan.
"Jadi tidak perlu ada izin Jaksa Agung karena secara otomatis perlindungan terhadap jabatan itu sudah ada. Apabila ada orang yang mencoba mengganggu bisa digunakan ketentuan perintangan penyidikan," jelasnya.
Anggota Masyarakat Hukum Pidana & Kriminologi Indonesia Basuki mengatakan tidak adanya mekanisme yang detail dalam UU Kejaksaan berpotensi meningkatkan penyalahgunaan wewenang.
Menurutnya, sampai saat ini belum ada suatu alasan khusus yang membuat menjadi hal yang sangat mendesak dan dibutuhkan.
"Jaksa sudah difasilitasi oleh negara jadi cukup jaksa bekerja dengan profesional berdasarkan aturan hukum sudah cukup tanpa perlu adanya hak imunitas bagi jaksa," tuturnya.
Baca juga:
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Peradi Serang, Shanty Wildhaniyah menyatakan adanya bagi seorang membuat rancu penegakan hukum di Indonesia.
Ia tidak menampik memang diperlukan ketika sedang menjalankan tugas dan profesi.
Hanya saja bukan berarti itu justru malah digunakan untuk bisa terlepas dari perbuatan pidana.
"Kalo melihat fenomena yang ada lebih banyak advokat yang dikriminalisasi dibandingkan dengan sehingga terlihat urgensi adanya ini tidak diperlukan," jelasnya.
Dia meminta agar aturan yang diatur dalam UU Kejaksaan untuk dihapuskan.
"Hak imunitas ini berpotensi memberikan kekebalan hukum terhadap yang menyalahgunakan wewenang. Lebih baik bagi ini dihilangkan," tuturnya.