Penerapan Dominus Litis dalam Revisi KUHAP Dinilai Perlu Kehati-hatian
Kejaksaan memiliki kewenangan menentukan apakah suatu perkara pidana itu akan diajukan ke Pengadilan atau tidak.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana
Dr. Indah Sri Utari mengatakan bahwa asas dominus litis dalam
hukum pidana bahwa pada dasarnya Kejaksaan memiliki kewenangan
menentukan apakah suatu perkara pidana itu akan diajukan ke
Pengadilan atau tidak.
Kejaksaan juga memiliki kewenangan untuk menentukan jalannya perkara, termasuk menentukan tuduhan, menentukan pembuktian, dan argumen hukum.
"Pada dasarnya prinsip-prinsip asas dominus litis dalam hukum pidana itu adalah kewenangan menentukan perkara. Kejaksaan memiliki kewenangan untuk menentukan suatu perkara pidana akan diajukan ke Pengadilan atau tidak," kata Wakil Dekan FH Unnes itu kepada wartawan dikutip, Sabtu (8/2/2025).
Dominus litis merupakan asas universal yang melekat pada seorang jaksa.
Menurutnya, adanya tuduhan kemudian pembuktian dan ini menjadi masalah yakni adanya keterbatasan dan kemungkinan keterbatasan pengetahuan di pihak kejaksaan.
Di samping itu juga adanya kemungkinan berpotensinya terjadinya penyalahgunaan asas tersebut sehingga dapat disalahgunakan oleh kejaksaan untuk menunda atau mengganggu proses jalannya peradilan.
"Jangan salah bahwa di dalam sebuah peradilan pidana itu adalah sebuah sistem sistem yang terdiri dari sub sistem. Sub sistem Kepolisian yaitu penyidikan, Kejaksaan penuntutan, Pengadilan yaitu hakim memutuskan perkara dan LP (lembaga eksekutor)," katanya.
Kata dia, semua lembaga itu harus punya kewenangan yang sinergi yang sama. Sistem itu harus ditopang oleh sub sistem yang sederajat karena apabila ada dominasi kewenangan ada kemungkinan terjadi dan bisa saja terjadi penyalahgunaan kewenangan.
"Mungkin juga di dalam di Kejaksaan ada kemungkinan terjadinya penundaan penuntutan, kejaksaan bisa jadi menunda penuntutan terhadap seseorang tersangka tanpa alasan yang jelas. Sehingga memungkinkan tersangka untuk melarikan diri atau menghancurkan barang bukti," ujarnya.
Dia melanjutkan ada juga untuk pengabaian bukti kejaksaan dan semuanya berpotensi kejaksaan mengabaikan bukti yang kuat terhadap seseorang tersangka. Sehingga memungkinkan tersangka untuk dibebaskan dalam proses hukum yang adil.
"Padahal di dalam sistem peradilan pidana itu perlu adanya proses of low. Sehingga kemungkinan kalau penerapan tanpa batas terkait dengan asas dominus litis ini tidak menyebabkan adanya sinergitas antara sub antara satu sub sistem di dalam sistem peradilan pidana," ucapnya.
Selain itu, kata dia, bisa saja terjadi penyalahgunaan penuntutan. Kejaksaan bisa jadi menyalahgunakan wewenang penuntutan untuk menghentikan penuntutan untuk menargetkan lawan politik misalnya atau lawan bisnis.
Sehingga memungkinkan penyalahgunaan kekuasaan. Semua itu serba mungkin, karena dominasi, super atau pemberian kewenangan yang lebih dalam subsistem yang sama di dalam sistem peradilan pidana.
"Sehingga penerapan dominus litis didalam nanti perlu juga kehati-hatian apalagi kalau asas dominus litis akan dimasukkan di dalam UU Kejaksaan. Karena ini perlu kehati-hatian dan prinsip keteguhan. Tidak pernah ada sebuah institusi yang menjadi Super Power yang kemudian menerapkan kehati-hatian di dalam proses penerapan sebuah sistem," katanya.