BI: Kredit tumbuh 10,39 persen jadi capaian di tengah tekanan global

Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial (DKMP) Bank Indonesia (BI) Nugroho Joko Prastowo mengatakan pertumbuhan ...

BI: Kredit tumbuh 10,39 persen jadi capaian di tengah tekanan global

Banda Aceh, Aceh (ANTARA) - Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial (DKMP) Bank Indonesia (BI) Nugroho Joko Prastowo mengatakan pertumbuhan kredit di atas 10 persen atau tepatnya 10,39 persen year on year (yoy) pada 2024 menjadi suatu pencapaian baik di tengah kondisi tekanan global yang terjadi.

Joko mencatat pertumbuhan tersebut juga relatif stabil jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 10,38 persen yoy. Pertumbuhan ini juga masih berada dalam kisaran target 2024 antara 10 persen hingga 13 persen.

"Ini merupakan suatu capaian di tengah tekanan global yang berdampak kepada perekonomian domestik," kata Joko di Banda Aceh, Aceh, Sabtu.

Pertumbuhan kredit sempat tercatat tinggi mencapai 12,36 persen yoy pada triwulan II 2024. Namun, ujar Joko, pertumbuhan kredit sedikit melambat pada paruh kedua 2024, dengan di Desember 2024 akhirnya mencapai 10,39 persen yoy.

Hal itu dipicu oleh konstelasi global yang berdampak domestik, terutama ekspektasi terhadap dinamika pemilu Amerika Serikat (AS) yang kemudian dimenangkan oleh Donald Trump, yang tidak hanya berdampak kepada outflow dan nilai tukar tetapi juga berdampak kepada akselerasi pertumbuhan kredit.

"Tapi, tetap dalam situasi seperti ini, bisa (tumbuh) di atas 10 persen adalah suatu capaian. Dan capaian ini didukung oleh kebijakan maupun kemampuan dari sektor riilnya,” kata Joko.

Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit pada 2024 didukung oleh kinerja usaha korporasi yang terjaga, di tengah konsumsi rumah tangga yang terbatas. Dalam hal ini, pertumbuhan kredit sejalan dengan sales maupun capex korporasi terbuka yang tetap tumbuh positif. Di sisi lain, penghasilan rumah tangga kelas bawah cenderung terbatas yang ditunjukkan melalui indeks penghasilan rumah tangga BI.

Dari sisi penawaran, Joko menambahkan bahwa pertumbuhan kredit didukung oleh kapasitas perbankan yang kuat dengan lending appetite yang tetap longgar. Kemudian, terdapat dukungan pendanaan juga tersedia dari adanya pertumbuhan pada dana pihak ketiga (DPK) serta realokasi alat likuid ke kredit.

Selain itu, kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) yang disalurkan kepada perbankan juga turut mendukung pertumbuhan kredit. Joko menjelaskan, insentif KLM telah mengalami beberapa kali perubahan sejak tahun 2022 dengan total insentif maksimum serta perluasan dan refocusing sektor prioritas.

Perubahan terbaru yakni tahap keenam mulai berlaku Januari 2025 yang difokuskan untuk sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja. Dukungan terhadap hilirisasi masih berlanjut namun insentif KLM untuk industri sisi hulu kini dialihkan ke industri sisi hilir yang menyerap tenaga kerja, contohnya seperti industri barang dari logam yang masih tetap mendapatkan insentif KLM tahap lima.

"Kenapa berubah lagi (jadi insentif KLM tahap keenam)? Karena beberapa sektor kita anggap sudah maju bergerak sendiri. Contoh hilirisasi (dari sisi hulu), PMA-nya sudah banyak, kredit banknya sudah banyak, jadi sudah bisa jalan. Sementara kita menghadapi masalah terkait dengan sektor-sektor yang menciptakan lapangan kerja, padat karya," kata Joko.

Penyaluran insentif KLM kepada perbankan hingga minggu kedua Januari 2025 mencapai Rp295 triliun, meningkat Rp43 triliun dari sebelumnya Rp252 triliun pada Desember 2024. Dengan realisasi tersebut, capaian insentif secara keseluruhan sebesar 3,84 persen dari insentif maksimum 4 persen terhadap DPK rupiah.

"Sebenarnya masih ada sedikit room untuk mencapai 4 persen bagi bank-bank yang belum. Semua bank BUMN sudah full (paling kecil selisih antara realisasi dan plafon insentif), sudah dapat 4 persen (hingga minggu kedua Januari 2025). Yang paling banyak ruangnya adalah KCBA 0,91 persen dari 4 persen untuk misalnya menambah sektor yang selama ini belum dirambah tapi dapat insentif," kata Joko.

Baca juga:

Baca juga:

Baca juga:

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025