Pengamat Ungkap Transaksi di Balik Motif Trump Menjajah Gaza

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Pengamat Hubungan Internasional Universitas Moestopo (Beragama), Ryantori menanggapi sikap Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang berencana mengambil alih dan memiliki Gaza setelah merelokasi warga Palestina. Menurut dia, Perserikatan Bangsa-Bangsa...

Pengamat Ungkap Transaksi di Balik Motif Trump Menjajah Gaza

Pernyataan Presiden AS Donald Trump soal rencana mengambil alih dan mengosongkan Gaza di Gedung Putih, Selasa (4/2/2025).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Pengamat Hubungan Internasional Universitas Moestopo (Beragama), Ryantori menanggapi sikap Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang berencana mengambil alih dan memiliki setelah merelokasi warga Palestina. Menurut dia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak boleh diam terhadap rencana Trump tersebut. 

"Bagi aktor internasional dalam hal ini PBB, pengambilalihan sebuah entitas tentu menyalahi hukum internasional. PBB melalui Majelis Umum dan Dewan Keamanan tidak boleh diam atas pernyataan Trump tersebut," ujar dia saat dihubungi Republika, Rabu (5/2/2025). 

Selain itu, menurut dia, Indonesia dan negara-negara Islam di OKI sebagai bagian dari PBB juga harus bersinergi untuk segera meminta klarifikasi atas pernyataan Trump ini. 

"Karena, lewat pernyataannya ini, Trump seperti sedang melakukan testing the water terhadap solidaritas global terkait dukungan terhadap Palestina yang saat ini sedang gencar digelorakan," ucap dia. 

Dia mengatakan, sikap ini tidak bisa dilepaskan dari faktor idiosinkratik yang selama ini melekat pada Donald Trump. Dia berkeyakinan bahwa Amerika Serikat sedang mengalami kemunduran lewat slogan America Great Again.

"Karena berlatar belakang bisnis maka dia kurang wawasan konsep politik, lebih pada pendekatan korporasi atau bersikap bossy serta melihat sesuatu secara transaksional, dan motif untuk mendapatkan pengakuan diri dari sekitarnya," kata dia. 

Begitu pula pada isu pengambilalihan Gaza ini.  Dibaliknya, kata Ryantori, Trump sedang merencanakan transaksi tertentu dalam hal ini kandungan sumber daya alam minyak dan gas yang ada di Gaza. "Ini tentu harus diantisipasi oleh para aktor regional dan internasional," jelas Ryantori. 

Menurut dia, bagi para aktor regional yang powerful, semisal Turki, Mesir, Arab Saudi, dan Iran, isu sumber daya alam ini sangat berpotensi memecah kesolidan dukungan terhadap Palestina. Pasalnya, masing-masing negara mempunyai national interest yang harus dijaga khususnya mengenai proyek keamanan dan ketersediaan energi. "AS melalui Trump dan korporasi di belakangnya bisa memainkan ini," kata Ryantori.