Petani di Jember: Bubarkan Bapanas, Kedepankan Fungsi Bulog

Petani di Jember: Bubarkan Bapanas, Kedepankan Fungsi Bulog. ????Kalangan petani mempertanyakan fungsi dan peran Badan Pangan Nasional (Bapanas). Mereka meminta pemerintah lebih mengedepankan fungsi Badan Urusan Logistik (Bulog). -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp

Petani di Jember: Bubarkan Bapanas, Kedepankan Fungsi Bulog

Jember (beritajatim.com) – Kalangan petani mempertanyakan fungsi dan peran Badan Pangan Nasional (Bapanas). Mereka meminta pemerintah lebih mengedepankan fungsi Badan Urusan Logistik (Bulog) dan membubarkan Bapanas.

“Urusan pangan tidak perlu Bapanas. Kembalikan saja peran dan fungsi Bulog sebagai lembaga penyangga pangan nasional. Bukan Perum (Perusahaan Umum), jadi tak ada beban cari keuntungan,” kata Ketua Perkumpulan Petani Pangan Indonesia Jumantoro, di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Rabu (5/2/2025).

Jumantoro menilai, Bapanas selama ini lebih berfungsi sebagai badan pengimpor beras. “Saat harga di tingkat petani jatuh, Bapanas tak berdaya. Mungkin seyogyanya Bapanas dibubarkan saja. Akan lebih efektif jika Bulog saja yang mengurus pangan basional biar tak terjadi tumpang tindih kebijakan,” katanya.

Jumantoro lantas mengkritik Surat Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras.

Selain menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp 6.500 per kilogram, surat itu tidak menetapkan HPP untuk gabah kering giling (GKG). “Padahal kemampuan Bulog menyerap gabah kering panen sangat terbatas,” kata Jumantoro.

Menurut Jumantoro, tidak semua gudang Bulog memiliki mesin pengering gabah. “Kemampuan penyerapan gabah petani oleh Bulog mungkin hanya 10-20 persen dari total hasil produksi petani. Sisanya swasta yang beli, sehingga tentunya peran swasta sangat dominan,” katanya.

Jumantoro mengingatkan, bahwa pengusaha swasta masih menggunakan sistem rafaksi saat membeli gabah petani karena tak imgin rugi. Sementara surat Bapanas meniadakan rafaksi harga gabah.

“Sampai hari ini harga GKP di tingkat petani masih berkisar pada Rp 5.000-5.800 per kilo. Tentunya swasta sudah menghitung, jika harga Beras Rp 12 ribu per kilo, maka mereka beli GKP kualitas super bagus milik petani maksimal hanya Rp 6 ribu,” kata Jumantoro. [wir]