Rekreasi Bersama Hati
Hati-hati dengan hati. Demikian bunyi sebuah petuah yang relevan untuk kita renungkan. Dalam buku ‘Agar Akhirat Dekat di Hati’ (Aqwam, 2007) Syekh Mahmud Al-Mishri menulis bahwa Ibnu Mas'ud ra...
![Rekreasi Bersama Hati](https://static.republika.co.id/files/themes/retizen/img/group/favicon-rep-jogja.png)
![Image](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/profile/thumbs/tlgm41sc4a-547.jpg)
Hati-hati dengan hati. Demikian bunyi sebuah petuah yang relevan untuk kita renungkan. Dalam buku ‘Agar Akhirat Dekat di Hati’ (Aqwam, 2007) Syekh Mahmud Al-Mishri menulis bahwa Ibnu Mas'ud ra pernah memberi nasihat, “Carilah hatimu pada tiga tempat atau keadaan : di saat engkau mendengarkan Al-Quran, di saat engkau berada di majelis zikir (majelis ilmu) dan di saat engkau menyendiri bermunajat kepada Allah. Jika engkau tidak menemukan hatimu di sana, maka mintalah kepada Allah agar memberimu hati (yang baru) karena sesungguhnya engkau sudah tidak punya hati lagi.”
(Catatan: Pada referensi yang berbeda Ibnul Qayyim Al-Jauziyah pun berkata demikian).
![](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/news/250207042838-424.jpg)
1. Di saat engkau mendengarkan Al-Quran
Hati bisa kotor dan berkarat. “Hati ini berkarat seperti berkaratnya besi jika terkena air. Lalu Nabi ditanya. ‘Apa pembersihnya?’ Nabi menjawab, Banyak mengingat mati dan membaca Al-Quran” (HR Al-Baihaqi).
2. Di saat engkau berada di majelis zikir (majelis ilmu)
Di tengah kesibukan sehari-hari, mari sempatkan diri menghadiri majelis-majelis ilmu karena di sana banyak kebaikan. Rasulullah saw. pernah berpesan, “Jika kamu melewati taman-taman Surga, maka singgahlah dengan senang hati.” Para sahabat bertanya,”Apakah taman-taman Surga itu?” Beliau menjawab, ”Halaqah-halaqah (kelompok-kelompok) zikir” (HR. Tirmidzi).
Di hadits lain, Nabi SAW. bersabda, “Apabila kamu melewati taman-taman Surga, minumlah hingga puas. Para sahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud taman-taman Surga itu?” Nabi saw. menjawab,”Majelis-majelis ta’lim” (HR. Al-Thabrani).
3. Di saat engkau menyendiri bermunajat kepada Allah.
Berdua dengan Allah seperti di akhir malam atau jelang subuh adalah kesempatan emas menentramkan hati. Semoga kita dapat menemukan hakikat hati kita pada tiga keadaan itu.
Hanzhalah bin Ar-Rabi’ Al-Usaidiy berkata "Abu Bakar ra. menjumpaiku dan berkata, ‘Bagaimana kabarmu ya Hanzhalah?‘ Aku pun menjawab, ‘Aku telah menjadi munafik.‘ Abu Bakar berkata, ‘Subhanallah, apa yang sedang kau katakan?‘ Jawabku, ‘Ketika kami berada di majelis Rasulullah SAW seakan-akan surga dan neraka ada di hadapan kami (ketika Rasulullah mengingatkan kami tentangnya). Namun, ketika kami berada di luar majelisnya maka kami disibukkan dengan istri-istri, anak-anak, dan kehidupan kami hingga kami banyak lupa (terhadap akhirat).‘ Maka Abu Bakar ra. berkata ‘Demi Allah, aku pun merasakan hal yang sama.‘ Maka kami pun bermaksud mendatangi Rasulullah SAW. Aku pun berkata, ‘Hanzhalah telah munafik, wahai Rasulullah.‘ Rasulullah bertanya, ‘Apa maksudmu?‘ Jawabku, ‘Wahai Rasulullah seakan surga dan neraka ada di hadapan kami ketika engkau mengingatkan kami tentangnya dalam majelismu. Tetapi, ketika kami tidak lagi berada di majelismu kami pun lalai dengan anak, istri dan kehidupan kami sehingga kami banyak melupakan (akhirat).‘ Rasulullah SAW pun bersabda, ‘Demi Dzat yang jiwaku ada pada genggaman-Nya, jika kalian terus beramal sebagaimana keadaan kalian ketika berada di sisiku dan selalu mengingat akhirat, maka niscaya malaikat akan menjabat tangan kalian di tempat tidur kalian maupun di jalan-jalan. Namun Hanzhalah, manusia itu sesaat begini dan sesaat begitu.‘ Beliau mengulanginya sampai tiga kali.” (HR. Muslim no. 2750).
Imam An-Nawawi mengomentari hadits ini dengan mengatakan, “Sesaat melakukan demikian dan sesaat lainnya melakukan yang lain.” Lebih lanjut ia mengatakan, “Rehatkan jiwa kalian dari rutinitas ibadah dengan melakukan hal yang dibolehkan yang tidak berdosa, tetapi juga tidak berpahala.”
Abu Darda’ ra. menyatakan, “Sungguh, saya menghibur jiwa saya dengan melakukan sebagian senda gurau atau permainan yang dibolehkan agar saya kembali giat melaksanakan kebaikan.” Sedangkan Ali bin Abi Thalib ra. berkata, “Rehatkan hati kalian karena hati juga merasa bosan sebagaimana jiwa kalian merasa capek dan bosan.” (Syarah An-Nawawi).
Pelajaran yang perlu kita renungkan dari kisah di atas adalah sikap para sahabat dalam memikirkan agama. Sedikit saja bergeser dari yang dinasihatkan oleh Nabi, mereka merasa bahwa dirinya telah menjadi munafik.
Hanzhalah sendiri sudah dipastikan bebas dari kemunafiqan, dan Nabi SAW sendiri yang memastikan hal tersebut dalam hadits di atas. Kekhawatiran Hanzhalah menunjukkan tingkat keimanannya yang sangat tinggi, karena orang-orang beriman adalah orang-orang yang selalu diliputi kecemasan karena takut amal-amalnya tidak diterima.
Semua ada saatnya. Masing-masing ada haknya. Semoga refreshing atau rekreasi hati kita tetap pada koridor yang diperbolehkan agama sehingga hati kita tetap segar dan kokoh sebagai panglima dalam diri manusia.
"Ya Allah, yang Maha membolak-balikkan hati, tetapkan hatiku di atas agama-Mu” (HR At Tirmidzi)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.