Transportasi Publik Berbasis EV Dibutuhkan untuk Kurangi Emisi Karbon di Indonesia

Sektor swasta memiliki keunggulan dalam hal proses pengadaan barang dan jasa yang lebih cepat dan fleksibel dibandingkan BUMN.

Transportasi Publik Berbasis EV Dibutuhkan untuk Kurangi Emisi Karbon di Indonesia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah terus mendorong upaya transisi energi di sektor dengan mengganti armada bus dan angkutan kota berbahan bakar fosil menjadi . Langkah ini dilakukan terutama di kota-kota besar dengan memberikan insentif bagi operator umum yang beralih ke .

National Project Manager ENTREV, Boyke Lakaseru, menyampaikan pandangannya terkait kebijakan ini. Menurutnya, penggunaan untuk publik adalah suatu keharusan mengingat dampaknya yang luas, baik bagi penumpang maupun lingkungan.

“Kendaraan listrik untuk transportasi publik adalah suatu keharusan, karena dampaknya sangat luas dan terasa. Apalagi, mileage atau jarak tempuh transportasi publik sangat tinggi dalam aktivitas sehari-harinya di jalan,” ujar Boyke.

Baca juga:

Namun, Boyke juga menyoroti sejumlah tantangan yang masih dihadapi dalam implementasi kebijakan ini. Salah satunya adalah harga untuk publik, seperti bus listrik, yang relatif mahal.

“Harga kendaraan publik seperti bus listrik hampir dua kali lipat dari jenis berbahan bakar fosil. Selain itu, infrastruktur seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) juga belum tersedia secara memadai untuk mendukung kemudahan dan kecepatan pengisian daya listrik,” jelasnya.

Meski demikian, Boyke menilai bahwa biaya operasional justru lebih rendah secara signifikan. “Bahan bakar listrik lebih murah, dan biaya perawatan juga jauh lebih rendah dibandingkan kendaraan berbahan bakar fosil,” tambahnya.

Boyke menekankan pentingnya peran sektor swasta dalam mendukung adopsi di publik. Menurutnya, sektor swasta memiliki keunggulan dalam hal proses pengadaan barang dan jasa yang lebih cepat dan fleksibel dibandingkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau kementerian.

“Pihak swasta harus lebih banyak dilibatkan. Proses pengadaan barang dan jasa di sektor swasta lebih mudah dan cepat, dengan hierarki yang tidak serumit di BUMN atau kementerian. Selain itu, mitigasi risiko di sektor swasta juga lebih fleksibel,” ujar Boyke.

Kebijakan ini, jika diimplementasikan secara optimal, diyakini akan memberikan dampak positif bagi lingkungan sekaligus efisiensi biaya operasional publik di Indonesia. Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah, operator , dan sektor swasta dalam mengatasi tantangan yang ada.