OPEC+ Pertahankan Rencana Genjot Produksi Minyak

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON --  Organisasi negara-negara minyak, OPEC+ sepakat mempertahankan kebijakannya untuk menaikkan produksi minyak mulai April mendatang. Organisasi itu juga mengeluarkan Badan Informasi Energi (EIA) Amerika Serikat (AS) dari sumber...

OPEC+ Pertahankan Rencana Genjot Produksi Minyak

Pumpjack mengekstrak minyak mentah di ladang minyak di Emlichheim, Jerman, 18 Maret 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON --  Organisasi negara-negara minyak, OPEC+ sepakat mempertahankan kebijakannya untuk menaikkan produksi minyak mulai April mendatang. Organisasi itu juga mengeluarkan Badan Informasi Energi (EIA) Amerika Serikat (AS) dari sumber yang digunakan untuk memantau produksi dan kepatuhan pada pakta-pakta pasokannya.

Pada periode pertamanya 2016-2020, Presiden AS kerap berselisih dengan OPEC+. Ketika Trump mendesak organisasi negara-negara minyak itu menaikkan produksi untuk menutupi kekurangan yang ditinggalkan Iran karena sanksi AS.

Sejak kembali ke Gedung Putih pada awal bulan lalu, Trump sudah meminta OPEC+ untuk memproduksi lebih banyak minyak untuk menurunkan harganya. Ia mengatakan kenaikan harga minyak hanya membantu Rusia melanjutkan perangnya di Ukraina.

Dalam rapat daring, menteri-menteri negara-negara yang bergabung dalam OPEC+  menegaskan tidak ada perubahan mengenai rencana produksi. Mereka mengubah daftar konsultan dan perusahaan yang digunakan untuk memantau produksinya.

"Setelah analisa mendalam dari Sekretariat OPEC, Komite mengganti Rystad Energy dan Badan Informasi Energi (EIA) dengan Kpler, OilX dan ESAI, sebagai kedua yang digunakan untuk mengasesmen produksi minyak mentah dan kepatuhan," kata para menteri OPEC+ dalam pernyataan mereka, Senin (3/2/2025).

Sumber dari OPEC+ mengatakan dihapusnya data EIA karena lembaga itu tidak mengomunikasikan informasi yang dibutuhkan dan keputusan untuk menghapusnya tidak didorong politik. Pemerintah AS belum menanggapi permintaan komentar.

Rapat dari tersebut digelar setelah Trump memberlakukan tarif pada Meksiko, Kanada, dan Cina yang merupakan mitra-mitra dagang terbesar AS. Langkah ini mengguncang di pasar keuangan dan mendorong harga minyak.

Kekhawatiran dampak sanksi AS pada Rusia menaikkan harga minyak 83 dolar AS per barel pada 15 Januari lalu, tertinggi sejak Agustus dan kemudian berangsur turun hingga di bawah 77 dolar AS.

Dalam serangkaian langkah sejak 2022 lalu, OPEC+ yang dipimpin Rusia memangkas produksinya 5,85 juta barel per hari setara dengan 5,7 persen pasokan global. Pada Desember lalu, OPEC+ memperpanjang pemangkasan itu sampai berakhirnya kuartal pertama 2025, sehingga peningkatan pasokan baru akan dilakukan pada bulan April.

Perpanjangan ini merupakan langkah penundaan terbaru untuk meningkatkan produksi minyak. Alasannya karena masih rendahnya permintaan dan naiknya pasokan dari negara bukan anggota OPEC+.

sumber : Reuters