Penembakan Massal di Swedia Terkait Islamofobia?
REPUBLIKA.CO.ID, OREBRO – Penembakan massal yang menewaskan sebelas orang termasuk penembak pada Selasa (4/2/2025) mengguncang Swedia. Meski kepolisian belum menerangkan sola pelaku dan motifnya, kecurigaan soal motif rasisme menyeruak. Pada Selasa...
REPUBLIKA.CO.ID, OREBRO – Penembakan massal yang menewaskan sebelas orang termasuk penembak pada Selasa (4/2/2025) mengguncang Swedia. Meski kepolisian belum menerangkan sola pelaku dan motifnya, kecurigaan soal motif rasisme menyeruak.
Pada Selasa sore, pria bersenjata di balik penembakan massal terburuk di berjalan mondar-mandir di koridor pusat pendidikan orang dewasa Risbergska. Langkahnya terdengar di luar kelas Hellen Werme, seorang mahasiswa keperawatan berusia 35 tahun. “Kami mendengar tiga tembakan, satu demi satu, dan panik. Guru saya berteriak: 'tutup pintu, kunci dan sembunyi,'” katanya kepada TV4 News Swedia.
Polisi belum secara resmi menyebutkan nama penyerang namun dia telah diidentifikasi sebagai Rickard Andersson (35 tahun) oleh lembaga penyiaran publik Swedia SVT. Pria bersenjata itu termasuk di antara sebelas orang yang tewas dalam serangan di kota Orebro, Swedia tengah. Media lokal menggambarkan seorang penyendiri yang tinggal secara lokal dan secara sah memiliki senjata.
Menurut BBC, tersangka tidak masuk radar polisi dan mereka yakin dia bertindak sendirian. Petugas mengatakan dia tidak memiliki hubungan dengan geng dan diperkirakan bertindak “tanpa motif ideologis apa pun”.
Mereka juga tidak yakin serangan itu dimotivasi oleh terorisme. "Situasinya sedang berubah. Informasi yang kami berikan sebelumnya masih valid, tapi mungkin akan berubah nanti," kata kepala polisi setempat Roberto Eid Forest.
Ketika petugas mendatangi lokasi kejadian, mereka "ditembak", tambahnya, namun tidak ada yang terluka. Polisi kemudian menemukan tersangka tewas - dan Forest mengatakan tampaknya dia bunuh diri.
Dalam sebuah wawancara dengan tabloid Aftonbladet, seorang kerabat tersangka mengatakan dia tidak banyak berhubungan dengan keluarga dalam beberapa tahun terakhir dan dia menganggur. “Sebagai seorang anak, dia berbeda namun lincah,” kata kerabat tersebut. "Dia berprestasi di sekolah. Namun tahun-tahun belakangan ini merupakan tahun-tahun yang sulit baginya."
Kerabat lainnya mengatakan tersangka, yang dilaporkan mengubah nama belakangnya delapan tahun lalu, adalah seorang “penyendiri” dan mungkin memiliki masalah kesehatan mental. "Sebelumnya, dia punya teman yang menghabiskan banyak waktu bersamanya, tapi sekarang tidak. Dia ingin sendirian. Sepertinya dia tidak terlalu menyukai orang lain."
Beberapa jam setelah serangan itu, petugas bersenjata lengkap menggerebek sebuah flat di Orebro yang diyakini milik pria tersebut, menggunakan drone dan truk tangga, menurut Radio Swedia. Penyiar tersebut mendapati bahwa dia tidak terdaftar di agama atau keyakinan tertentu atas namanya dan tidak menyatakan adanya penghasilan selama beberapa tahun terakhir.
Menurut Radio Swedia, penyelidikan polisi yang sedang berlangsung mencantumkan senjata api otomatis sebagai senjata yang digunakan. SVT menduga itu adalah senjata berburu yang dimiliki secara sah oleh tersangka.
Selama konferensi pers hari Rabu, Forest tidak dapat mengkonfirmasi rincian apapun tentang senjata tersebut, atau mengatakan apakah satu atau lebih senjata tersebut digunakan. Polisi mengatakan 11 orang tewas, termasuk tersangka pria bersenjata.
Otoritas kesehatan mengatakan tiga perempuan dan dua laki-laki berada dalam kondisi stabil namun kritis setelah operasi karena luka tembak. Wanita lain menerima perawatan untuk luka ringan. Hingga Rabu pagi, belum semua korban teridentifikasi. Polisi mengatakan mereka menggunakan sidik jari, catatan gigi dan DNA untuk mengidentifikasi mereka – di samping wawancara dengan anggota keluarga.
Sekolah tempat kejadian tersebut menyediakan pendidikan orang dewasa bagi orang berusia di atas 20 tahun yang tidak menyelesaikan sekolah dasar atau menengah, serta kelas bahasa Swedia untuk imigran. Maria Pegado mengatakan kepada Reuters bahwa dia membawa 15 muridnya ke lorong dan mereka mulai berlari. "Saya melihat orang-orang menyeret orang-orang yang terluka keluar, yang pertama, lalu yang lainnya. Saya menyadari bahwa ini sangat serius," katanya.
Dua warga muda yang berbicara kepada BBC mengatakan mereka khawatir akan adanya unsur rasial dalam penembakan tersebut, mengingat banyak dari mahasiswa tersebut diketahui adalah imigran.
Penembakan itu terjadi di Kampus Risbergska di kota Orebro, 200 km sebelah barat ibu kota Swedia, Stockholm. Sekolah ini diperuntukkan bagi orang-orang yang berusia di atas 20 tahun yang tidak dapat menyelesaikan pendidikan formalnya atau tidak memperoleh nilai yang diperlukan untuk pendidikan tinggi. Sekolah seperti Risbergska dikenal sebagai “Komvux” dalam bahasa Swedia. Sekolah ini melayani sekitar 2.000 siswa dan juga menawarkan pelatihan kejuruan dan kelas bahasa Swedia.
Ismail Moradi (16 tahun) yang bersekolah tak jauh dari Kampus Risbergska menduga latar itu jadi alasan pembunuh melakukan serangan. "Di sekolah ini, hanya pendatang baru di Swedia. Orang Swedia tidak begitu banyak. Jadi, menurutku sekolah ini ditargetkan untuk satu kelompok orang khusus." Ismail, yang merupakan etnis Kurdi, mengatakan dia khawatir ada unsur rasial dalam penembakan tersebut.
Reham Attala (21), seorang mahasiswa hukum juga berpendapat bahwa bukan suatu kebetulan sekolah dewasa yang populer di kalangan imigran dipilih penembak. Ia menuturkan ada banyak perguruan tinggi lain yang dilaporkan dekat dengan rumah tersangka.
“Saya sangat sedih dan takut,” katanya kepada kami di lokasi penembakan. “Ini seharusnya tidak terjadi.” Reham menjelaskan bahwa ayahnya orang Suriah dan ibunya orang Palestina, tetapi baginya Swedia adalah rumahnya. Dia telah tinggal di Orebro selama 11 tahun terakhir.
Dia khawatir orang-orang bersenjata menyerang sekolah tempat kursus bahasa Swedia untuk Imigran (SFI) diajarkan. "Orang-orang yang hilang kemarin sedang belajar bahasa Swedia dan ini membuat saya berpikir tentang masa depan saya dan apakah saya akan tinggal di sini, haruskah saya punya anak di sini?"
Swedia merupakan salah satu negara Eropa yang mengalami kebangkitan Islamofobia belakangan. Pada 2022, misalnya, Swedia jadi lokasi pembakaran Alquran oleh politikus sayap kanan Rasmus Paludan. Pembakaran itu disusul kerusuhan akibat kemarahan Muslim di berbagai kota di Swedia termasuk Orebro. Tak sampai sepekan sebelum penembakan di Orebro, Salwan Momika, seorang imigran Irak anti-Islam yang ikut membakar Alquran pada 2022 ditembak mati.