UU BUMN Disahkan, Pengamat: Pembenahan Regulasi Penting Agar Danantara Segera Beroperasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) resmi dibentuk setelah pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan...

UU BUMN Disahkan, Pengamat: Pembenahan Regulasi Penting Agar Danantara Segera Beroperasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) resmi dibentuk setelah pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi Undang-Undang (UU).

Pengesahan pada Selasa (4/2/2025) menjadi momentum penting dalam membenahi perangkat hukum, terutama yang berkaitan dengan fungsi dan kewenangan agar selaras dengan harapan Presiden Prabowo Subianto.

Di sisi lain, pengesahan UU BUMN yang membuka jalan bagi operasionalisasi BPI Danantara adalah langkah awal yang penting. Namun, untuk memastikan Danantara berfungsi optimal, perlu ada kejelasan dalam pembagian kewenangan, transparansi dalam seleksi pejabat pengelola, serta revisi regulasi yang mendukung fleksibilitas investasi.

Dengan langkah-langkah ini, Danantara dapat menjadi instrumen strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Dosen Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Yuli Indrawati menegaskan bahwa ini adalah saat yang tepat untuk memperkuat peran Danantara.

"Saya yakin, jika Presiden Prabowo ingin Danantara segera beroperasi, maka perangkat hukumnya telah disiapkan. Tidak butuh waktu lama untuk mengoptimalkan kinerjanya,” ujar Yuli dalam keterangan resminya kepada wartawan, Rabu (5/4/2025).

Yuli menyoroti bahwa pembagian kewenangan antara Kementerian BUMN dan Danantara harus diatur secara jelas. Kementerian BUMN bertindak sebagai regulator, sementara Danantara sebagai operator.

“Jangan sampai terjadi tabrakan kepentingan antara keduanya," katanya menegaskan.

Selain itu, penting memastikan bahwa BUMN yang akan bergabung dengan Danantara tidak menghadapi kendala dalam proses integrasi. “Perlu ada ketegasan mengenai BUMN mana yang masuk dalam pengelolaan Danantara dan mana yang tetap berada di bawah Kementerian BUMN," tuturnya.

Dalam hal struktur kelembagaan, Yuli mengingatkan bahwa kewenangan Presiden Prabowo dalam menunjuk langsung Dewan Pengawas bisa menimbulkan pro-kontra.

“Meski langkah ini dapat menyaring kepentingan yang berpotensi merugikan Danantara, di sisi lain, harus dipastikan agar tidak mengakomodasi kepentingan politik tertentu,” katanya.

Untuk Badan Pelaksana, Yuli menekankan pentingnya memilih individu-individu profesional yang memiliki pemahaman mendalam tentang investasi dan pengelolaan korporasi. Sebab, Danantara akan terbentuk menjadi dua holding besar.

Pertama, holding investasi, yang mengelola dividen dan aset BUMN serta tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri BUMN. Kedua, holding operasional, yang bertanggung jawab atas pengawasan dan pengelolaan kegiatan usaha BUMN.

“Kriteria pemilihan harus jelas dan transparan agar mencerminkan meritokrasi yang dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Yuli. Ia merekomendasikan agar proses seleksi direksi Danantara meniru standar ketat seperti fit & proper test di sektor perbankan.

Yuli menekankan bahwa beberapa regulasi harus segera diamandemen agar Danantara dapat beroperasi secara optimal, yakni antara lain UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU BUMN, serta UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) menjadi prioritas utama.

Saat ini, Pasal 2 UU 17/2003 mengatur bahwa kekayaan negara yang dipisahkan dikelola oleh BUMN. Dampaknya, BUMN harus tunduk pada berbagai regulasi keuangan negara. “Tanpa revisi UU Keuangan Negara, Danantara sulit bergerak fleksibel dalam menjalankan aksi korporasi dan meningkatkan daya saingnya,” jelasnya.

"Sedangkan revisi UU BUMN dan UU PT juga diperlukan untuk mengakomodasi aturan holding yang hingga kini belum diatur secara komprehensif dalam kedua regulasi tersebut," katanya.