Ribuan SDM Unggul Pilih Jadi WNA, Pakar UGM: Stop Rekrutmen Pekerjaan Jalur Ordal!

Ribuan SDM Unggul Pilih Jadi WNA, Pakar UGM: Stop Rekrutmen Pekerjaan Jalur Ordal!. ????Indonesia menghadapi fenomena brain drain dengan ribuan SDM produktif memilih tinggal di luar negeri. Simak dampaknya pada pembangunan nasional dan solusi yang ditawarkan para ahli. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp

Ribuan SDM Unggul Pilih Jadi WNA, Pakar UGM: Stop Rekrutmen Pekerjaan Jalur Ordal!

Yogyakarta Indonesia tengah dihadapkan pada fenomena brain drain, yaitu perpindahan sumber daya manusia (SDM) unggul ke luar negeri. Data Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencatat sebanyak 3.912 Warga Negara Indonesia (WNI) telah resmi menjadi warga negara Singapura dalam kurun waktu 2019 hingga 2022. Sebagian besar dari mereka berada dalam rentang usia produktif, yakni 25-35 tahun.

Laporan terbaru dari The Global Economy pada 2024 juga mengungkapkan posisi Indonesia di peringkat ke-88 dari 175 negara dalam Human Flights and Brain Drain Index. Kondisi ini menegaskan tantangan besar bagi Indonesia untuk mempertahankan SDM berkualitas.

Fenomena Lama yang Terus Berulang

Menurut Dr. Hempri Suyatna, pakar pembangunan sosial dan kesejahteraan dari Fisipol UGM, fenomena brain drain ini bukanlah hal baru. Sejak era 1960-an, banyak mahasiswa Indonesia yang memilih untuk tinggal dan bekerja di luar negeri setelah menyelesaikan pendidikan mereka. “Saat ini, tren ini terus berlanjut. Banyak tenaga profesional Indonesia yang memilih mengembangkan karier di luar negeri dibandingkan di tanah air,” ujarnya, Kamis (23/1).

Ia menambahkan, ribuan WNI yang berpindah kewarganegaraan ke Singapura menunjukkan bahwa negara tetangga tersebut menawarkan lingkungan yang lebih nyaman untuk karier, pendidikan, dan peluang ekonomi. “Singapura dianggap lebih baik sebagai tempat berkembang dibandingkan Indonesia,” ungkap Hempri.

Dampak pada Pembangunan Nasional

Keputusan SDM usia produktif untuk meninggalkan Indonesia sangat disayangkan. Usia produktif dianggap sebagai aset penting untuk mendorong pembangunan ekonomi dan inovasi. “Anak muda Indonesia memiliki kreativitas dan potensi luar biasa. Kehilangan mereka tidak hanya memperlambat akselerasi pembangunan, tetapi juga menciptakan ketimpangan ekonomi antara negara,” jelas Hempri.

Ia menekankan bahwa Indonesia harus segera mengambil langkah serius untuk menghentikan arus brain drain. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah penerapan konsep link and match antara dunia pendidikan dan pasar kerja.

Solusi untuk Menekan Brain Drain

Program link and match sebenarnya telah dirintis melalui kebijakan Kampus Merdeka yang diinisiasi oleh Menteri Pendidikan sebelumnya, Nadiem Makarim. Program ini mencakup magang, wirausaha, hingga pertukaran mahasiswa. Namun, implementasinya masih menghadapi banyak tantangan.

“Sering kali, mahasiswa hanya fokus pada nilai, sehingga apa yang mereka pelajari tidak berkembang optimal,” kata Hempri. Ia juga menggarisbawahi pentingnya pendampingan pasca kegiatan agar lulusan siap bersaing di pasar kerja.

Selain itu, Hempri menyarankan agar pemerintah menyusun grand design pembangunan kependudukan yang menjadi acuan dalam mencocokkan kebutuhan pasar kerja dengan keahlian lulusan perguruan tinggi. “Jika link and match berjalan baik, kita dapat meminimalkan tenaga muda terampil untuk bekerja di luar negeri,” tambahnya.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa program ini tidak akan efektif jika rekrutmen tenaga kerja masih mengandalkan nepotisme. “Selama sistem kekerabatan masih dominan, orang yang kompeten belum tentu mendapatkan kesempatan. Ini menjadi tantangan besar yang harus diatasi,” pungkasnya. [aje]