Sedimentasi Lumpur di PTS, Siapa Bertanggung Jawab?

Sedimentasi Lumpur di PTS, Siapa Bertanggung Jawab?. ????Ada lima nelayan yang turun ke lautan lumpur pada Sabtu (1/2/2025) pagi, sekitar pukul 07.00 WIB. Kedalaman lumpur itu sekitar 1 meter hingga 1,20 meter. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp

Sedimentasi Lumpur di PTS, Siapa Bertanggung Jawab?

Surabaya (beritajatim.com) – Ada lima nelayan yang turun ke lautan lumpur pada Sabtu (1/2/2025) pagi, sekitar pukul 07.00 WIB. Kedalaman lumpur itu sekitar 1 meter hingga 1,20 meter. Kelima nelayan itu mendorong perahu fiber glass yang ditumpangi sekitar 8 orang. Tujuannya, ke arah kapal yang berada sekitar 700 meter dari dermaga nelayan Tambak Wedi, dekat kaki Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu).

Itu potret salah satu sisi Pantai Timur Surabaya (PTS). Berjibun lumpur. Sedimentasi yang telah berlangsung lebih dari 10 tahun. Tanpa ada ikhtiar dilakukan pengerukan oleh instansi berwenang.

Realitas sedimentasi lumpur yang makin tebal dari waktu ke waktu di PTS mengakibatkan nelayan paling terpukul. Nelayan tak bisa melaut sewaktu-waktu. Menunggu air laut pasang. Ketika air pasang, perahu dan atau kapal nelayan baru bisa bergerak.

“Ya begini susahnya nelayan di Pantai Timur Surabaya,” kata Mas’ud, seorang nelayan asal Surabaya Utara, Sabtu pagi.

Sedimentasi itu membentang dari timur kaki Jembatan Suramadu, kawasan Kenjeran Park (Ken Park), hingga ke arah timur. Nelayan hanya bisa pasrah dan menerima takdir. Pantainya kini kurang bersahabat dengan mata pencahariannya.

Ikhtiar menyampaikan aspirasi ke otoritas terkait di Pemkot Surabaya dan Pemprov Jatim telah dilakukan. Hasilnya: Nihil. Tak ada perubahan. Tak ada tanggapan. Tak ada langkah konkret. Tak ada action di lapangan mengurangi dan atau menghilangkan sedimentasi lumpur. Sedimentasi tetap tebal. Dari hari ke hari makin tebal. “Kita nggak tahu sumber lumpur ini dari mana,” tambah Mas’ud yang dibenarkan nelayan Surabaya lainnya.

Di sekitar PTS, ada sejumlah kawasan perumahan dan bisnis. Ken Park milik PT Granting Jaya telah berdiri di sana sejak 1975 hingga sekarang. Korporasi ini telah menjalankan bisnis di kawasan itu sekitar 50 tahun.
Dalam 20 tahun terakhir, sejumlah pengembang ‘menyulap’ kawasan sekitar PTS sebagai perumahan kelas menengah ke atas. Teknis engineering properti di kawasan tersebut menaikkan harga tanah, rumah, properti bisnis, dan lainnya di kawasan PTS.

Tapi, sampai sekarang belum diketahui siapa penyebab sedimentasi lumpur yang sangat tebal di kawasan PTS? Para nelayan yang sehari-hari beraktivitas di kawasan situ tak tahu pasti. Mereka sekadar mencari ikan, kerang, udang laut, kepiting, dan jenis ikan laut lainnya tanpa tahu dari mana sedimentasi lumpur itu berasal. Siapa yang mesti bertanggung jawab atas realitas sedimentasi lumpur di PTS yang berlangsung massif dengan area cukup luas.

Sedimentasi lumpur di kawasan PTS mengakibatkan banyak ekses. Nelayan tak bisa melaut sewaktu-waktu. Mesti menunggu air laut pasang. Sebagian nelayan beralih profesi ke mata pencaharian lainnya. Kalau pun tetap menjalankan profesi nelayan, tempo melaut mereka berkurang. Selain itu, sedimentasi lumpur di kawasan PTS mengakibatkan pariwisata laut di pantai utara Surabaya terbatas.

“Olahraga di laut juga tak ada. Dalam perspektif lebih strategis, kenyataan itu menjadi tantangan bagi Jatim dan Kota Surabaya di tengah kompetisi infrastruktur di Kawasan Timur Indonesia yang makin tinggi. Saya contohkan di Sulsel sedang dibangun Makassar New Port yang punya prospek menjanjikan di masa depan,” kata Agung Pramono, Direktur Operasi PT Granting Jaya.

Foto BeritaJatim.com
Sedimentasi lumpur di PTS sangat mengganggu tempo melaut nelayan. Butuh solusi yang menguntungkan semua pemanggu kepentingan. (Foto: rama/beritajatim.com)

Potret dan realitas sedimentasi lumpur di PTS membutuhkan solusi segera. Memerlukan alternatif jalan keluar yang bersifat win-win solution. Jalan keluar dari penyelesaian masalah bertahun-tahun yang menguntungkan semua pihak.

Dalam konteks demikian, dibutuhkan sentuhan policy pemerintah untuk mengubah wajah dan potensi PTS lebih prospektif, riil, dan memberikan benefit kepada semua stakeholder dan target group di kawasan tersebut.

Pemerintah Pusat telah memutuskan kawasan PTS masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Namanya Pengembangan Kawasan Pesisir Terpadu Surabaya Waterfront Land (SWL). PT Granting Jaya ditetapkan sebagai sebagai pengelola PSN ini.

Policy Pemerintah Pusat itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6/2004 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menko Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek PSN, tertanggal 15 Mei 2024.

Aspek legalitas ini diperkuat dengan Surat Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas Nomor PK.KPPIP/49/D.VI.M.EKON.KPPIP/05/2024 tentang Surat Keterangan Bahwa PT Granting Jaya sebagai Pengelola PSN Kawasan Pesisir Terpadu Surabaya Waterfront Land, tanggal 27 Mei 2024.

“Kami terbuka. Aspek legalitas PSN SWL ini telah terpenuhi. Regulasi telah diputuskan pemerintah pusat. Kalau pun ada pemikiran untuk ditinjau ulang, itu jadi otoritas pemerintah pusat di Jakarta,” tegas Agung Pramono.

Rencana PSN SWL mencapai areal seluas 1.085 hektare. Membentang di kawasan Pantai Timur Surabaya, mulai sisi selatan Jembatan Suramadu (Kejawan Lor, Bulak) hingga ke wilayah Sukolilo. Ada satu kawasan eksisting yang masuk area wisata Ken Park yang dikelola PT Granting Jaya. Kawasan eksisting ini luasnya sekitar 100 hektare.

Nantinya direncanakan aktivitas pengerukan sedimentasi lumpur di area yang masuk pengembangan SWL. Pengerukan sedimentasi lumpur yang berada di antara garis pantai eksisting dengan daratan baru hasil reklamasi.

Sehingga perahu dan kapal nelayan bisa sewaktu-waktu berlayar dan atau beraktivitas mencari ikan, udang, kepiting, kerang, dan hewan laut lainnya tanpa menunggu datangnya air laut pasang. “Problem besar sedimentasi lumpur di pantai itu mesti diselesaikan,” tegas Agung Pramono. [ram/beq]