Serba-serbi revisi UU Minerba: Inisiaif DPR dan Dibahas saat Reses
DPR sedang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) atau revisi UU Minerba.
Dewan Perwakilan Rakyat sedang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) atau revisi UU Minerba. Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Bob Hasan mengatakan, revisi UU ini memiliki empat poin pembahasan utama.
Pertama, hilirisasi di Indonesia harus dipercepat. Hal ini harus dilakukan untuk mencapai swasembada energi dan hilirisasi. Kedua, pengundangan prioritas bagi ormas keagamaan untuk mengelola pertambangan.
“Ketiga, demikian pula dengan perguruan tinggi, dan keempat tentunya UMKM,” kata Bob dalam rapat pleno yang dipantau secara daring melalui siaran youtube TV Parlemen pada Senin (20/1).
UU minerba sudah empat kali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK). Dua di antaranya dikabulkan mahkamah. Perubahan keempat RUU Minerba bersifat kumulatif terbuka.
Revisi terhadap RUU Minerba menindaklanjuti putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Dalam revisinya, selain menjalankan amanat MK juga menambahkan sejumlah substansi dalam RUU tersebut.
Dalam rapat pleno pada Senin (20/1), Bob mengatakan, pembahasan Revisi UU Minerba ini menindaklanjuti hasil rapat pimpinan Baleg bersama ketua kelompok fraksi atau kapoksi Baleg pada 14 Januari lalu.
Inisiatif DPR
DPR menyepakati RUU perubahan keempat Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba menjadi usul inisiatif DPR. Hal tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna ke-11 DPR Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025, Kamis (23/1).
"Apakah RUU perubahan keempat Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dapat disetujui menjadi usul inisiatif DPR RI," kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang memimpin rapat, diikuti persetujuan anggota yang hadir.
Dalam rapat itu pendapat 7 fraksi yang ada disampaikan secara tertulis. Dasco mengatakan, pengesahan RUU itu baru permulaan dan belum menjadi draf. "Nantinya dibahas, dan kemudian juga ada partisipasi publik, kemudian dari hasil itu baru kemudian dimasukkan ke dalam rumusan," kata Dasco.
Pembahasan ‘Ngebut’ dan saat Reses
Ketua DPR Puan Maharani memastikan pembahasan Revisi UU Minerba oleh Baleg DPR saat masa reses telah seizin pimpinan DPR. Menurut Puan, pimpinan DPR dapat memberi izin untuk alat kelengkapan dewan (AKD) menggelar rapat pada masa reses.
"Kami pimpinan pada masa reses jikalau itu dianggap penting dan diperlukan, memperbolehkan AKD untuk melakukan rapat dalam menjaring aspirasi dan menyelesaikan hal-hal yang dianggap penting di masa reses," kata Puan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/1).
Kendati demikian, Puan akan mengecek hasil pembahasan RUU Minerba. Menurut Puan, pimpinan DPR perlu memastikan pelibatan publik dalam memenuhi prinsip partisipasi bermakna atau meaningful participation.
Kepala Baleg DPR RI, Bob Hasan menyampaikan, dikebutnya pembahasan dan pengesahan RUU Minerba lantaran mengejar program hilirisasi yang digaungkan pemerintah. "Jadi maunya berapa lama? Kami dari tanggal 10 Januari sudah dibahas. Masa reses kami dapat izin rapat," kata Bob di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/1).
Bob menampik anggapan bahwa pembahasan revisi ini tertutup. Ia mengatakan pembahasan dilakukan dengan terbuka dan memperhatikan partisipasi yang bermakna dari publik, dalam hal ini ormas dan perguruan tinggi.
"Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terbuka, waktu Panja memang tertutup, kemudian plenonya terbuka lagi," kata dia.
Swasembada Energi dan Kemakmuran Masyarakat
Bob Hasan mengatakan, revisi ini bertujuan untuk mewujudkan swasembada energi yang sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto.
“Intinya RUU tersebut berkaitan dengan program hilirisasi juga penerimaan manfaat secara merata untuk kalangan masyarakat, agar betul-betul tercapai swasembada energi di Indonesia,” kata Bob saat dihubungi Katadata.co.id pada Selasa (21/1).
Bob mengatakan keempat poin perubahan dalam RUU ini untuk mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan rakyat di area pertambangan. Hal ini agar masyarakat tidak hanya terkena debu batu bara ataupun kegiatan eksplorasi mineral lainnya.
Ia menyebut, ketika masyarakat mengelola, maka mereka bisa merasakan usaha pertambangan secara langsung. “Ini akan mengembangkan tingkat pasar, jual beli. Baik bagi penambang, pelaku usaha, hingga para pedagang,” ujarnya.
Dia menyebut, pengelolaan tambang ini juga akan mengarahkan perkembangan masyarakat dari agraris menjadi masyarakat industri.
Selain itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, RUU Minerba memungkinkan menjadi sumber uang bagi kampus. "Ya saya pikir kalau semangatnya adalah bagaimana kemudian memberikan atau mencarikan dana untuk universitas-universitas," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/1).
Dasco berharap, pemberian izin itu dapat memberikan manfaat untuk universitas yang menerima. Nantinya teknis pemberian izin akan diatur dalam aturan lebih lanjut.
"Sehingga kemudian memang pemberian-pemberian itu juga memberikan manfaat kepada universitas yang dimaksud," kata dia.
Pasal pemberian WIUP kepada Ormas hingga Perguruan Tinggi
Dalam revisi ini, DPR mengubah isi pasal dalam UU Minerba. Salah satunya pasal 51.
Dalam paparan DPR, pasal 51 akan diuban menjadi empat ayat dan salah satu ayatnya menjelaskan adanya tambahan pihak pengelola WIUP. “WIUP Mineral logam atau Batubara diberikan kepada Badan Usaha, koperasi, Perusahaan perseorangan, badan usaha kecil dan menengah, atau badan usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan dengan cara Lelang atau dengan cara pemberian prioritas,” demikian bunyi pasal 51 ayat 1 dalam draft RUU Minerba.
Sementara pada pasal yang berlaku saat ini disebutkan bahwa WIUP mineral logam diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan dengan cara lelang.
Lelang tersebut dilaksanakan dengan mempertimbangkan luas WIUP Mineral logam atau Batu bara, kemampuan administratif/manajemen, kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan, kemampuan keuangan.
Kemudian, pemberian WIUP secara prioritas dilaksanakan dengan mempertimbangkan, luas WIUP Mineral logam atau Batu bara, pemberdayaan koperasi dan UKM, penguatan fungsi ekonomi organisasi kemasyarakatan keagamaan, serta peningkatan perekonomian daerah.
Selain mengubah, DPR juga menambahkan pasal baru, salah satunya pasal 51 A yang mengatur tentang pengelolaan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) mineral logam dan batu bara. Berikut bunyi pasalnya:
- WIUP Mineral logam atau Batubara dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.
- Pemberian dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
- luas WIUP Mineral logam atau Batubara
- status perguruan tinggi terakreditasi; dan
- peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP Mineral logam atau Batubara dengan cara prioritas kepada perguruan tinggi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Tanggapan soal Kampus kelola tambang
Perwakilan PP Muhammadiyah Syahrial Suwandi menyoroti bahwa tidak semua perguruan tinggi memiliki kemampuan untuk mengelola tambang. “Tidak semua perguruan tinggi mempunyai program studi pertambangan dan geologi. Kalaupun ada, tidak semuanya punya akreditasi terbaik,” kata Syahrial dalam rapat pleno bersama Badan Legislasi DPR yang dipantau secara daring melalui kanal YouTube DPR pada Rabu (22/1).
Ia juga menegaskan bahwa pengelolaan tambang adalah kegiatan terintegrasi dari hulu ke hilir, sehingga memerlukan koordinasi menyeluruh dari berbagai aspek.
Respons terkait akreditasi juga disampaikan oleh Dekan fakultas teknik pertambangan dan perminyakan ITB, Ridho Kresna Wattimena. Ridho mempertanyakan tingkatan akreditasi seperti apa yang dibutuhkan agar perguruan tinggi bisa mengelola WIUP.
“Karena Perguruan Tinggi itu diakreditasi oleh badan akreditasi itu ada tiga tingkatan. Rendah itu akreditasinya adalah baik, ada 3.360 perguruan tinggi yang akreditasi baik. Yang terakreditasi amat baik ada 472. Kemudian yang paling tinggi, tingkatannya, akreditasi unggul itu ada 149 perguruan tinggi,” kata Ridho dalam rapat bersama Baleg DPR dipantau secara daring pada Youtube TV Parlemen pada Kamis (23/1).
Berdasarkan jenis dan jumlah kampus terakreditasi tersebut, dia mempertanyakan apakah semua perguruan tinggi yang terakreditasi dapat memperoleh WIUP secara prioritas.
Selain itu, Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna menolak adanya pemberian pengelolaan WIUP minerba kepada perguruan tinggi.
“Kami menolak dengan keras keterlibatan atau pemberian hak atau akses dalam rancangan undang-undang perubahan minerba kepada perguruan tinggi. Saya kira cukup sudah bangsa ini menceburkan ulama ke lahan-lahan kotor. Jangan sampai kampus yang punya integritas pemikiran-pemikiran bangsa keluar dari mereka, juga diceburkan ke dalam lumpur,” kata Mukri dalam rapat bersama Baleg yang dipantau secara daring pada youtube TV Parlemen pada Kamis (23/1).