Siswa SD Kritik Rasa Menu Makan Bergizi Gratis, Begini Jawaban BGN

Badan Gizi Nasional akan menyurvei menu dalam program Makan Bergizi Gratis untuk mengecek menu-menu favorit dan yang kurang disukai.

Siswa SD Kritik Rasa Menu Makan Bergizi Gratis, Begini Jawaban BGN

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Gizi Nasional merespons kritik dari seorang siswa sekolah dasar tentang rasa menu yang disajikan dalam (MBG). Staf ahli , Ikeu Tanziha, mengatakan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) masih menyesuaikan dengan program itu, seperti perihal memasak makanan dalam volume besar. Sebelumnya, diberitakan di media massa tentang seorang siswa SD mengkritik rasa menu MBG yang menurutnya tidak enak.

“Yang di SPPG itu kan memang sudah diajarkan, ya. Jadi mereka itu sebenarnya sudah melakukan uji coba. Tapi yang namanya langsung membuat 3 ribu begitu, ada kemungkinan mereka itu juga dalam membuat resep, misalnya tidak terbiasa dengan yang banyak,” kata Ikeu ketika ditemui di Jakarta pada Selasa, 21 Januari 2025, seperti dikutip dari Antara.

Ikeu mencontohkan ada kemungkinan para petugas tidak terbiasa memasak dalam volume besar, sehingga kekurangan garam dan rasanya menjadi hambar. Selain itu, kata dia, ada penyesuaian dengan pola kerja baru yang menjadi salah satu faktor. Misalnya, ahli gizi yang harus bekerja sejak pukul 01.00 dini hari untuk memastikan semua makanan yang disajikan sesuai prosedur.

“Tapi namanya juga baru dua pekan pertama, ya. Memang di dua pekan pertama itu seperti yang Warungkiara yang di Sukabumi. Yang di Sukabumi itu memang kata ahli gizinya, dua pekan pertama itu memang berat, berat sekali,” kata dia menambahkan.

Mengenai harapan sejumlah anak agar menu dibuat sedikit kebarat-baratan guna menambah nafsu makan, Ikeu menjelaskan MBG bukan sekadar memberikan makanan, tetapi juga sebagai bentuk edukasi tentang makan makanan yang benar.

Dia menuturkan, pihaknya bisa memberikan ayam goreng tepung ala restoran cepat saji atau nuget kepada para siswa. “Itu bagi anak akan sangat memuaskan. Tapi kan bukan itu yang diinginkan," katanya.

Ikeu menyebutkan, dalam MBG, anak-anak diajarkan membiasakan diri mengurangi makan berpenyedap. Jika mereka meminta makanan yang kebarat-baratan dengan kandungan penyedap tinggi, kata dia, hal tersebut karena pola asuhnya yang salah.

“Biasanya lidahnya sudah terbentuk rasa sedap, gitu kan. Itu pasti ada anak bilang itu tidak enak, itu mungkin karena lidahnya sudah lidah banyak penyedap,” kata dia.

BGN akan Evaluasi Menu MBG Tiap 20 Hari

Sebelumnya, Kepala BGN Dadan Hindayana mengatakan pihaknya akan menyurvei menu yang disukai siswa dalam program MBG. Ahli gizi akan memprosesnya pada sisa periode bulan pertama pelaksanaan program unggulan Presiden Prabowo Subianto itu. 

“Survei untuk cek menu-menu favorit dan yang kurang disukai. Ini akan menjadi acuan rutin,” kata Dadan saat dihubungi Tempo pada Senin, 20 Januari 2025.

Menurut Dadan, variasi menu MBG dibuat untuk periode satu bulanan. Di akhir periode satu bulan, akan ada evaluasi untuk menentukan menu di bulan selanjutnya. Evaluasi itu, kata dia, salah satunya dipandu oleh ahli gizi. “Hal itu sudah diterapkan di Warungkiara, Sukabumi,” ujarnya.

Sejak bergulir pada 6 Januari lalu, MBG secara nasional telah terlaksana di 31 provinsi. BNG menyatakan 238 SPPG telah beroperasi melayani lebih dari 650 ribu penerima manfaat. Mereka terdiri siswa sekolah PAUD hingga SMK dan SLB, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.

Pada periode pertama, Januari hingga April 2025, pemerintah menargetkan 932 dapur MBG dapat beroperasi melayani sedikitnya 3 juta penerima manfaat. Berikutnya, periode April hingga Agustus 2025, ditargetkan jumlah SPPG mencapai 2 ribu titik dan mampu melayani hingga 6 juta penerima manfaat. Akhir 2025, pemerintah membidik 5 ribu dapur makan bergizi gratis dapat beroperasi dan melayani lebih dari 15 juta jiwa penerima manfaat di 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia.

Adapun Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Philips J. Vermonte juga mengatakan SPPG akan mengevaluasi menu makan bergizi gratis (MBG) setiap 20 hari. Di tiap evaluasi, menu akan diganti dengan yang baru.

“Menu diganti supaya siswanya mengerti makanan di Indonesia itu beragam,” ujar Philips kepada wartawan usai memantau pelaksanaan MBG di SLB Negeri 5 Jakarta, Palmerah, Jakarta Barat, Selasa, 21 Januari 2025.

Lewat penggantian menu itu, Philips menjelaskan MBG bukan sekadar peristiwa makan. Ada peristiwa kultural yang bertujuan mengenalkan ragam makanan kepada para siswa. Menurut Philips, ada berbagai komponen yang menopang MBG. Komponen-komponen itu termasuk inklusi dan solidaritas. Hal ini tecermin antara lain dari kegiatan doa bersama sebelum makan.

Hammam Izzuddin, Han Revanda, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: