Terdakwa shelter tsunami ajukan eksepsi terkait penanganan Polda NTB
Terdakwa perkara korupsi proyek pembangunan shelter tsunami Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara ...
Sampai dengan hari ini belum ada kejelasan terkait penanganan yang di Polda NTB
Mataram (ANTARA) - Terdakwa perkara korupsi proyek pembangunan shelter tsunami Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Aprialely Nirmala mengajukan eksepsi terhadap dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, berkaitan penanganan kasus serupa di Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat.
"Perkara ini kan sedang dijalani [dilakukan] sama Polda NTB ya. Sampai saat ini kan belum ada kejelasan, tetapi, tiba-tiba sudah diambil alih lagi sama KPK. Mungkin hanya sebatas itu saja tempat kami eksepsi," kata kuasa hukum Aprialely Nirmala, Aan Ramadhan yang ditemui usai mengikuti sidang perdana di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Rabu.
Dia memastikan bahwa pihaknya sebagai penasihat hukum terdakwa Aprialely Nirmala sudah berupaya mencari informasi perihal status penanganan perkara serupa yang berjalan di Polda NTB.
"Sampai dengan hari ini belum ada kejelasan terkait penanganan yang di Polda NTB itu," ucap dia.
Baca juga:
Aan memastikan bahwa pihaknya belum menemukan bukti surat resmi terkait penghentian penyidikan di Polda NTB, melainkan baru sebatas surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) yang terbit terakhir pada 9 Mei 2016 dengan menyatakan tidak ada kerugian negara.
"Jadi, yang di Polda NTB dahulu itu belum ada di SP3 (surat perintah penghentian penyidikan), baru di SP2HP saja," ujarnya.
Oleh karena itu, sebagai bagian dari kebutuhan materi eksepsi pada sidang lanjutan pada Jumat (31/1), Aan menegaskan bahwa pihaknya akan bersurat secara resmi ke Polda NTB untuk meminta penjelasan terkait status dari penanganan kasus tersebut.
"Nanti kami akan susul ke polda, mungkin kami akan bersurat, kami akan tanyakan proses yang di polda itu, dan rencananya, itu akan kami tampilkan dalam eksepsi," ucap dia.
Baca juga:
Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram menggelar sidang perdana perkara korupsi proyek pembangunan shelter tsunami ini dengan menghadirkan dua terdakwa, yakni Aprialely Nirmala dan Agus Herijanto.
Jaksa penuntut umum KPK dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan tersebut menguraikan perbuatan pidana kedua terdakwa.
Dalam dakwaan, jaksa menyebut bahwa Aprialely Nirmala sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek dari Kementerian PUPR RI telah mengubah rancang bangun rinci proyek yang disusun BNPB selaku perencana tanpa melalui pengesahan dan verifikasi teknis.
Baca juga:
Sementara itu, perbuatan pidana terdakwa Agus Herijanto sebagai pihak pelaksana proyek adalah melaksanakan pekerjaan dengan mengacu pada rancang bangun rinci yang telah diubah Aprialely Nirmala.
Jaksa turut menyebutkan bahwa Agus Herijanto turut membuat laporan pertanggungjawaban belanja yang tidak benar.
Akibat adanya perubahan rancangan tersebut, muncul temuan ahli konstruksi perihal penurunan spesifikasi material bangunan yang tidak sesuai dengan rencana pekerjaan pembangunan gedung tahan gempa dan tsunami dengan kemampuan menahan gempa sebesar 9 skala Richter (SR).
Dengan menguraikan perbuatan pidana kedua terdakwa, jaksa penuntut umum dalam dakwaan mendakwa Aprialely Nirmala dan Agus Herijanto melakukan dan turut serta melakukan tindak pidana korupsi dalam pekerjaan proyek tahun 2014 tersebut hingga mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp18,4 miliar.
Oleh karena itu, jaksa penuntut umum mendakwa keduanya melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Usai mendengar pembacaan dakwaan, terdakwa Aprialely Nirmala melalui penasihat hukum mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum.
Untuk terdakwa Agus Herijanto belum menyatakan hal serupa, melainkan meminta waktu kepada majelis hakim untuk mempelajari terlebih dahulu dakwaan jaksa penuntut umum.
Setelah mendengar tanggapan, majelis hakim memberi kesempatan kepada kedua terdakwa menyampaikan eksepsi dalam agenda sidang lanjutan yang ditetapkan pada Jumat (31/1).
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
Copyright © ANTARA 2025