Muhammadiyah: Tidak Semua Perguruan Tinggi Punya Kemampuan Mengelola Tambang
Muhammadiyah mengkritik keterlibatan perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang menurut revisi terbaru UU Minerba, dengan perhatian pada kapabilitas dan akreditasi institusi pendidikan terkait.
Dewan Perwakilan Rakyat () sedang membahas revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba). Dalam revisi ini, DPR membuka peluang kepada perguruan tinggi untuk mengelola wilayah izin pertambangan (WIUP).
Peluang tersebut tercantum dalam Pasal 51A. WIUP Minerba dapat diberikan kepada perguruan tinggi secara prioritas dengan mempertimbangkan luas WIUP, status akreditasi perguruan tinggi paling rendah B, serta peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat.
Perwakilan PP Syahrial Suwandi menyoroti bahwa tidak semua perguruan tinggi memiliki kemampuan untuk mengelola tambang.
“Tidak semua perguruan tinggi mempunyai program studi pertambangan dan geologi. Kalaupun ada, tidak semuanya punya akreditasi terbaik,” kata Syahrial dalam rapat pleno bersama Badan Legislasi DPR yang dipantau secara daring melalui kanal YouTube DPR pada Rabu (22/1).
Ia juga menegaskan bahwa pengelolaan tambang adalah kegiatan terintegrasi dari hulu ke hilir, sehingga memerlukan koordinasi menyeluruh dari berbagai aspek.
Aspek Lain dalam Revisi UU Minerba
Selain pemberian pengelolaan WIUP kepada perguruan tinggi, revisi UU Minerba ini juga mencakup:
- Hilirisasi
- Pemberian WIUP untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)
- Pemberian WIUP kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.
Tujuan Revisi UU Minerba
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Bob Hasan, menyatakan bahwa revisi ini bertujuan untuk mewujudkan swasembada energi. “RUU ini berkaitan dengan program hilirisasi serta penerimaan manfaat secara merata bagi masyarakat, agar tercapai swasembada energi di Indonesia,” ujarnya saat dihubungi Katadata.co.id pada Selasa (21/1).
Penyusunan revisi UU Minerba menjadi pembahasan dan inisiatif dari Baleg DPR. Dikutip dari Antara, RUU Minerba perubahan keempat bersifat kumulatif terbuka, sebab Undang-Undang Minerba sudah empat kali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) dan dua pengujian dikabulkan bersyarat oleh MK.
Dalam rapat pleno pada Senin (20/1), Bob menjelaskan bahwa pembahasan revisi UU Minerba ini merupakan tindak lanjut dari rapat pimpinan Baleg bersama ketua kelompok fraksi atau kapoksi Baleg pada 14 Januari 2025.
Revisi UU Minerba diharapkan dapat mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat di area pertambangan. “Masyarakat tidak hanya terkena dampak debu batu bara atau kegiatan eksplorasi mineral lainnya. Ketika masyarakat mengelola, mereka bisa merasakan manfaat dari usaha pertambangan secara langsung,” kata Bob.
Ia menambahkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan tambang akan mengembangkan aktivitas ekonomi, seperti pasar dan perdagangan. “Ini akan meningkatkan jual beli bagi penambang, pelaku usaha, hingga para pedagang,” ujarnya.
Selain itu, Bob menilai pengelolaan tambang oleh masyarakat dapat mengarahkan transformasi dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri.